Behavioural Science, Teknologi, dan Kebijakan

Minggu 05-05-2024,22:51 WIB
Oleh: Erna S. dan Nurul Jamila H.

Prof Ching menguraikan bahwa daripada fokus membuat aturan yang melarang penggunaan air secara berlebihan, lebih efektif mengonfigurasi simbol digital ”senyum” (soft reward) untuk masyarakat yang menghemat air dan simbol digital ”marah” (soft punishment) untuk mereka yang melakukan pemborosan. 

Integrasi antara behavioural science dan teknologi mampu menciptakan kebijakan yang inovatif berdasar preferensi masyarakat. Dalam riset Prof Ching lainnya, masyarakat juga terbukti lebih tergerak untuk menggunakan recycled water dengan dorongan intervensi berbasis perilaku daripada pendekatan lainnya. 

Oleh karena itu, Prof Ching menyimpulkan bahwa dibandingkan aturan koersif, kebijakan berbasis behavioural science lebih efektif dan lebih mendapat penerimaan masyarakat. 

 

VIRTUAL REALITY DALAM KEBIJAKAN PUBLIK

Perkembangan integrasi behavioural sciences dan policy studies makin dilengkapi dengan penjelasan mengenai penggunaan virtual reality (VR) oleh Prof Xu Zhang, keynote speaker lain dari The HKUST Guangzhou. 

Secara harfiah, VR didefinisikan sebagai teknologi yang memungkinkan pengguna untuk terlibat secara interaktif dalam lingkungan simulasi yang menyerupai dunia nyata. VR merupakan alat yang memiliki fungsi menampilkan proyeksi gambar dari layar digital sehingga seseorang dapat berinteraksi dalam lingkungan tiga dimensi.

Lebih lanjut, Prof Xu Zhang menyampaikan bahwa VR telah membuka era baru dalam bidang kebijakan publik yang memungkinkan terjadinya eksperimen sebagaimana dalam ilmu eksakta. 

Eksperimen kebijakan tersebut dilakukan dengan menciptakan high immeresed virtual environment (HIVE) yang dapat menyimulasikan berbagai skenario kebijakan. 

Salah satu contoh aplikasi VR dalam kebijakan publik adalah di bidang urban planning. Yakni, VR digunakan untuk memvisualisasikan kepada masyarakat rencana pembangunan infrastruktur sebelum pembangunan fisik dimulai. 

 

VIRTUAL PUBLIC SPHERE

Meminjam konsep Habermas tentang ruang publik tempat manusia berada dalam ruang kehidupan yang di dalamnya terdapat proses interaksi dan komunikasi untuk mendiskusikan dan mengidentifikasi masalah-masalah sosial. 

Public sphere memberikan kesempatan agar masyarakat tidak pasif terhadap informasi yang diterima. Ruang publik dipandang sebagai komponen penting dalam pemerintahan demokratis, saat partisipasi warga negara dalam diskusi publik menjadi landasan kebijakan publik yang demokratis.

Memahami dan mempelajari perilaku masyarakat dalam bereaksi terhadap isu-isu sosial yang disimulasikan secara virtual dapat menciptakan kebijakan yang sesuai kebutuhan dan ekspektasi masyarakat. 

Dengan munculnya teknologi VR, potensi perluasan dan transformasi ruang publik menjadi suatu keniscayaan. 

Kategori :