Jiwa inklusif memang harus dipupuk sejak dini. Di usia muda, anak-anak sudah harus dikenalkan pada ragam perbedaan yang ada terjadi di masyarakat. Itulah yang mendasari Festival Toleransi di Alun-Alun Kabupaten Sidoarjo, Kamis, 30 Mei 2024.
ALUN-Alun Sidoarjo dipadati pelajar SMP se-Sidoarjo. Mereka mengenakan baju warna-warni. Mulai baju batik khas sekolah, baju adat, hingga baju kreasi.
Sementara, di tepian alun-alun, ada tenda-tenda yang menampilkan berbagai macam karya hasil karya peserta didik dari masing-masing sekolah di Sidoarjo tersebut. Total ada 50 tenant.
Tepat di tengah-tengah lapangan di alun-alun itu, terdapat satu panggung berukuran besar. Itu panggung utamanya. Di sisi belakang panggung, terdapat backdrop bertulisan: Festival Toleransi.
Penyambut tamu berpakaian tradisional di booth SMPN 1 Buduran.-Doan Widhiandono-
Ya, itulah festival yang digagas oleh Brangwetan Sidoarjo. Mereka adalah salah satu komunitas seni dan budaya yang juga fokus terhadap isu toleransi.
Festival tersebut dibuka dengan lomba arak-arakan yang menyerukan aksi toleransi. Saling menghormati antarbudaya, suku, ras, dan agama. Secara bergantian, 50 sekolah SMP menampilkan aksinya di hadapan juri dan kepala sekolah yang hadir.
Ketua Komunitas Brangwetan Sidoarjo Henri Nurcahyo mengatakan, usia SMP adalah masa anak mulai mencari jati dirinya. Sehingga, nilai-nilai toleransi antar manusia gampang diberikan dan diterima oleh mereka. Karena itu, sejak 2020 lalu, komunitas ini bergerak untuk memberikan doktrin toleransi kepada pelajar SMP.
Miniatur boneka dengan busana berbagai agama di Indonesia yang dipajang di stan SMPN 1 Krian.-Doan Widhiandono-
“Kita ingin sekolah-sekolah menjadi sekolah toleransi. Itu sudah dimulai empat tahun yang lalu. Waktu itu masih 5 SMP dan 5 SMA. Berlanjut di 2022, saat itu tiga SMP dan dua SMA. Lima sekolah itu di akhir 2022 dan awal 2023 mendeklarasikan diri sebagai sekolah toleransi,” kata Henri Nurcahyo, Kamis 30 Mei 2024.
Komunitas itu terus bergerak hingga 2024, Brangwetan sudah mendampingi 50 SMP se-Sidoarjo. Dari jumlah tadi, 43 di antaranya SMP negeri dan tujuh SMP swasta. “Setelah pendampingan selama enam bulan, hari ini mereka deklarasi sebagai sekolah toleransi,” bebernya.
Menurutnya, sekolah yang bisa dikatakan sekolah toleransi adalah yang telah menerapkan beberapa poin. Di antaranya: tidak ada bullying, diskriminasi, kebebasan beragama, dan kekerasan seksual. Terpenting baginya, nilai-nilai toleransi itu dapat diteladani oleh sekolah. Tidak hanya peserta didik. Tetapi tenaga pengajar juga.
Aneka kreasi siswa di gerai SMPN 3 Sidoarjo.-Doan Widhiandono-
Bahkan, seperti di SMPN 5 Sidoarjo. Di sekolah itu mayoritas muridnya Islam. Di 2023 lalu mereka merayakan natal bersama di sekolahnya. Tidak sedikit dari pengisi acaranya dan panitia natal juga berasal dari agama non-Kristen. Sekolah ini juga rutin melakukan kunjungan ke rumah-rumah ibadah.
Kunjungan ke rumah ibadah juga sebenarnya dilakukan oleh SMP Pancasila. Ini sekolah swasta. Walau namanya Pancasila, sekolah itu di bawah naungan yayasan Islam: Lembaga Pendidikan (LP) Maarif Nahdlatul Ulama (NU) Sidoarjo.