PBNU Gelar Halaqah Sikapi Fatwa MUI Terkait Salam Lintas Agama

Rabu 12-06-2024,14:56 WIB
Reporter : Noor Arief Prasetyo
Editor : Noor Arief Prasetyo

Gus Yahya mengajak semua pihak untuk berpikir jernih dan tidak terjebak dalam upaya mainstreaming yang tidak jelas asal-usulnya sehingga seolah-olah gagasan tersebut merupakan bagian dari fatwa agama. 

“Gagasan-gagasan yang asal-usulnya tidak jelas seperti sekularisme dapat menjadi bagian dari strategi mainstreaming yang mempengaruhi tokoh agama dan ulama untuk memberikan persetujuan, sehingga seolah-olah gagasan tersebut merupakan bagian dari agama. Ini sejak lama, dan kita harus berpikir jernih dalam soal itu,” tandasnya.

Sementara itu, Rais Syuriyah PBNU KH Abdul Ghofur Maimoen (Gus Ghofur) berpendapat bahwa persoalan mengenai fiqih adalah persoalan yang rumit sehingga kerap menimbulkan perbedaan pendapat. “Kalimat assalamualaikum wa rahmatullahi wa barakatuh itu adalah doa, doa yang dalam keputusan MUI itu dianggap ibadah, doa itu ibadah tapi fiqihnya sendiri itu ada persoalan yang rumit,” terangnya.

BACA JUGA:Rais Aam PBNU Doakan Pemerintahan Prabowo, Kenang Kebersamaan Sejak 1996

BACA JUGA:Ucapkan Selamat Bertugas Kepada Prabowo-Gibran, PBNU Imbau Masyarakat Akhiri Polemik Pemilu

Gus Ghofur mengatakan, terkait persoalan ayat-ayat mutasyabihat (ayat yang maknanya belum jelas) dalam fiqih, sebaiknya semua pihak menahan diri agar tidak saling mengafirkan dalam menyikapi perbedaan. "Perbedaan antara MUI dan Kementerian Agama sebaiknya dianggap biasa saja. Karena dalam MUI dan Kementerian Agama itu hidup dalam satu ruang yaitu pemerintah. Kita bisa mencontoh perbedaan Fatwa Al-Azhar dan Arab Saudi dalam hal ini. Al-Azhar lebih longgar dalam memberikan fatwa dibandingkan pemerintah Saudi," pungkas Gus Ghofur.


Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya.--

Adapun Gus Ulil menegaskan bahwa salam lintas agama yang diucapkan saat seseorang berpidato adalah wujud dari upaya memupuk persaudaraan kebangsaan.  Gus Ulil menyebut bahwa persaudaraan kebangsaan atau ukhuwah wathaniyah merupakan salah satu dari trilogi ukhuwah (persaudaraan) yang dikemukakan Rais Aam PBNU 1984-1991.

"Salah satu cara untuk memupuk persaudaraan kebangsaan dunia kebijakan yang ditempuh oleh negara adalah mengadakan salam lintas agama,” ungkap Gus Ulil.


Ketua PBNU KH Ulil Abshar Abdalla (Gus Ulil).-Istimewa-

Gus Ulil juga menekankan pertimbangan mengenai bentuk negara. Ia mengatakan, jika seseorang sudah menerima bentuk negara maka harus juga menerima konsekuensinya dalam hidup bernegara.

"Nah, bagi saya, kita punya hajat di Indonesia ini, yaitu hajat kita memupuk persaudaraan kebangsaan, ukhuwah wathaniyah. Yaitu mengucapkan salam, memang salam yang dibicarakan dalam kutipan Al-Qurthubi tadi itu salam 'asalamualaikum' tetapi salam lintas agama itu kan kalau mau diteliti satu persatu ya intinya salam,” terang Gus Ulil.

Gus Ulil juga mengungkapkan bahwa sebagian besar para ulama IsIam dan para tokoh di dunia IsIam juga menerima berbagai konsekuensi dari diterimanya bentuk negara bangsa (nation state).

“Konsekuensinya antara lain yang paling penting adalah menyangkut kedudukan hukum fiqih bukan syariat, bukan kedudukan hukum fiqih di dalam negara bangsa,” tambahnya.

Namun, Gus Ulil juga menjelaskan bahwa tidak semua hal yang disahkan negara ini sudah pasti sah. Sebab, umat Islam juga bisa saja menawar apabila kebijakan-kebijakan yang diputuskan ada yang berlawanan dengan ajaran-ajaran Islam. (*)

 

Kategori :