Padahal, calon yang diajukan Muhammadiyah dan sesuai dengan permintaan BSI malah dicoret. Dalam dunia perbankan, pemilihan komisaris sering kali mengutamakan pihak yang memiliki dana besar atau deposito perbankan khusus (DPK). Muhammadiyah merasa kecewa karena tidak ada kader mereka yang terpilih sebagai komisaris di BSI meski mereka adalah salah satu nasabah terbesar.
BACA JUGA: Pola Relasi Baru NU-Muhammadiyah
Seharusnya, pemerintah tidak perlu melakukan kebijakan atau politisasi terhadap badan usaha milik negara (BUMN), terutama dalam sektor perbankan syariah. Kehadiran individu yang tidak memiliki rekam jejak di perbankan syariah dalam jajaran komisaris BSI menimbulkan kekecewaan di kalangan praktisi dan Muhammadiyah secara khusus.
Di sisi lain, keputusan pemindahan saldo Muhammadiyah secara besar-besaran patut diapresiasi. Mengingat, ada ketimpangan dalam perbankan syariah di Indonesia. Sebagai informasi, 50 persen aset perbankan syariah dikuasai BSI sehingga reputasi dan wajah perbankan syariah sangat dipengaruhi kinerja BSI.
BACA JUGA: Post Muhammadiyah Buya Syafii
Muhammadiyah menekankan pentingnya pengembangan perbankan syariah tanpa adanya intervensi politik praktis. Mereka juga mengusulkan perlunya pemerataan alokasi dana ke bank syariah lainnya untuk menciptakan kompetisi yang sehat. Langkah Muhammadiyah itu diambil untuk meminimalkan risiko konsentrasi dana yang terlalu besar di satu bank.
Dengan mendistribusikan dana ke beberapa bank syariah lainnya, diharapkan tercipta persaingan yang lebih sehat dan dinamis di sektor perbankan syariah. Juga, agar semua bank syariah di Indonesia memiliki kesempatan yang adil dalam mengelola dana nasabahnya. Dengan tersebarnya dana di berbagai bank, risiko bisnis yang dihadapi Muhammadiyah dapat diminimalkan.
INSIDEN DAN DAMPAKNYA
Insiden seperti down system hingga isu ransomware BSI tahun lalu telah mencoreng nama perbankan syariah di Indonesia. Hal itu menjadi pengingat penting bagi pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menghadirkan lebih banyak pesaing atau pemain besar di industri itu.
Dengan adanya dua hingga lima pemain besar tambahan, industri perbankan syariah dapat menjadi lebih sehat, dinamis, kompetitif, dan berkelanjutan.
Selain itu, catatan penting bagi pemerintah dan OJK untuk memastikan bahwa kebijakan terkait perbankan syariah tidak dipengaruhi kepentingan politik jangka pendek agar dapat mempertahankan kepercayaan publik dan investor serta memastikan prinsip-prinsip syariah dan hak-hak konsumen tetap terjaga.
LANGKAH STRATEGIS
Tapi, ya siapa tahu, Muhammadiyah, sebagai salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia, memiliki potensi besar dalam berbagai bidang, termasuk pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Dengan jaringan lembaga pendidikan yang meliputi sekolah-sekolah dan universitas serta sejumlah rumah sakit dan badan usaha lainnya, Muhammadiyah memiliki basis yang kuat untuk mendukung inisiatif keuangan.
Jika Muhammadiyah dan seluruh badan usahanya menarik semua dananya dari bank-bank dan memutuskan untuk mendirikan bank syariah sendiri, Bank Syariah Muhammadiyah, misalnya, bisa menjadi langkah strategis untuk mengonsolidasikan sumber daya keuangan mereka dan memperkuat kemandirian ekonomi umat.
Pendirian Bank Syariah Muhammadiyah akan memberikan banyak manfaat, tidak hanya bagi anggotanya, tetapi juga bagi masyarakat yang mencari alternatif perbankan yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Dengan dukungan dari berbagai unit usaha Muhammadiyah yang sudah mapan, bank itu bisa segera memiliki basis nasabah yang kuat.
Selain itu, bank tersebut bisa menjadi model bagi organisasi lain yang ingin menciptakan sistem keuangan yang lebih adil dan sesuai nilai-nilai Islam. Dengan pengalaman Muhammadiyah dalam mengelola berbagai institusi, bank syariah itu bisa berkembang menjadi lembaga keuangan yang solid dan berdaya saing tinggi di pasar perbankan Indonesia. (*)