Sejarah perjudian seiring, sejalan dengan peradaban manusia. Perjudian dianggap kegiatan menyimpang disetiap peradaban, namun kegiatannya tidak pernah musnah, malah menjadi praktik hidup yang ada di peradaban manusia itu sendiri, Cerita cerita tentang perjudian sudah muncul pada fase Mesir Kuno, Yunani Kuno, Romawi Kuno, dan juga Tiongkok Kuno.
Walau dianggap moralitas yang menyimpang, bukannya musnah, perjudian pada abad 15 malah berkembang secara terorganisir. Saat itu beberapa negara di Eropa melegalkan lotere untuk melokalisir perjudian, sekaligus menambah pendapatan kerajaan.
Bahkan karena judi yang berkembang di abad 17, mengundang para matematikawan merumuskan teori tentang probabilitas untuk membaca algoritma judi.
Berbeda dengan bangsa kita yang bermain judi cenderung pendek pikir, banyak mengadu nasib perjudian dengan meminta wangsit di kuburan, atau tempat tempat yang dianggap keramat dengan harapan mendapatkan wangsit untuk menang judi.
Pada masa pendudukan Belanda, judi dan madat relatif diberi kelonggaran oleh pemerintah kolonial. Keduanya dipakai oleh pemerintah kolonial Belanda untuk membiayai perang, dan untuk memadamkan pemberontakan. Judi juga alat kolonial agar penduduk pribumi tidak kritis yang bisa membangkitkan perlawanan.
Agak serupa, cara itu juga ditempuh oleh orde baru. Kegiatan Lotre Dana Harapan, yang dikelola oleh Yayasan Rehabilitasi Sosial yang di tutup pada tahun 1965 oleh orde lama, dibangkitkan kembali oleh orde baru dan dinaungi dibawah Yayasan Dana Bhakti Kesejahteraan Sosial (YDBKS), dengan demikian orde baru melegalkan perjudian.
BACA JUGA:Catatan Ketua DPP PDIP Perjuangan MH. Said Abdullah: Urgensi Amandemen UUD 1945
Kegiatan itu diatur oleh Menteri Sosial melalui Surat Keputusan Menteri Sosial RI No. B.A. 5-4-76/169. Hasil pendapatan perjudian digunakan untuk pembiayaan penanganan masalah masalah sosial. Namun masalah sosial juga tak bisa diselesiakan.
Dalam perjalanannya orde baru belajar pengelolaan judi di Inggris. Berikutnya diluncurkanlah kupon porkas sepak bola sebagai bentuk baru perjudian di masa orba.
Akibatnya protes sosial meluas atas kegiatan judi porkas. Menanggapi protes sosial, terutama dari kalangan agamawan, pemerintah orde baru merubah kebijakan perjudiannya.Orde baru memperhalus dan menyembunyikan kegiatan perjudian yang dilegalkannya dengan istilah sumbangan sosial.
Pada era tahun 1980-1990 an kita mengenal SDSB (Sumbangan Dana Sosial Berhadiah). Banyak penjudi tergila gila mendapatkan hadiah dari perjudiannya melalui SDSB hingga Rp. 1 miliar. Angka yang sangat fantastis di era itu.
Kegiatan ini disahkan oleh Menteri Sosial melalui SK Menteri Sosial nomor 29/BSS 1987. Bahkan nomor undian yang keluar dari SDSB diumumkan luas melalui radio radio pemerintah.
Protes mahasiswa dan kalangan agamawan meluas, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa haram untuk kegiatan SDSB. Pemerintah akhirnya menghentikan kegiatan SDSB pada tahun 1993.
Apakah sejak kegiatan perjudian resmi ditutup sejak saat itu, dengan serta merta kegiatan perjudian tersembunyi tidak berlangsung?
Banyak cerita beragam kegiatan perjudian masih berlangsung, baik skala kampung dengan nilai transaksi recehan, hingga judi kelas atas dengan transaksi jumbo.