Kemesraan berlanjut. PKB kemudian mengusung Gus Ipul sebagai calon gubernur Jawa Timur pada Pilgub 2018, tapi kalah. PKB kemudian kembali mengusung Gus Ipul sebagai calon wali kota Pasuruan pada Pilwali 2020. Kali ini menang.
Lalu, datanglah konflik PKB jilid ke-4. Bermula dari Muktamar Ke-34 NU di Lampung pada 2021. Gus Ipul menjadi penyokong utama KH Yahya Cholil Staquf. PKB tentu tidak mungkin meninggalkan KH Said Aqil Siroj. Yahya Staquf yang pernah menjadi juru bicara Presiden Abdurrahman Wahid yang menang.
Begitu terpilih, Gus Yahya melontarkan bola panas. NU tidak boleh menjadi alat politik PKB. Kubu PKB meradang. Sejak itu terjadi perang dingin antara PKB dan NU. Terutama antara Cak Imin dan Gus Ipul. Cak Imin dan Yahya Staquf. Cak Imin dan Yaqut Cholil Qoumas (adik Yahya Staquf yang jadi menteri agama).
Konflik makin panas saat Pilpres 2024. Cak Imin menjadi cawapres berpasangan dengan Anies Baswedan. PBNU yang awalnya berusaha mengusung Erick Thohir akhirnya mendukung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Perang pernyataan di media terjadi antara PKB dan PBNU. Antara Muhaimin dan Saifullah Yusuf.
Puncaknya, Gus Ipul selaku sekjen PBNU tiba-tiba menyatakan bahwa PKB harus dikembalikan ke NU. PBNU pun membentuk Pansus PKB. Konflik meruncing hingga saat ini. Panas-panasan di media mainstream dan media sosial.
Sampai kapan konflik ini berakhir? Hanya Muhaimin dan Saifullah Yusuf yang tahu. Mereka adalah keluarga. Sama-sama keponakan Gus Dur. Sama-sama kader Gus Dur. Sama-sama cicit KH Bisri Syansuri, pendiri NU dan pendiri Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif, Denanyar, Jombang. Jadi, sebaiknya konflik PKB-NU ini diselesaikan saja melalui rapat keluarga. (*)
*) Jurnalis Harian Disway; alumnus Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia; dan magister ilmu politik Unair.