SEJATINYA semua yang ada di dunia ini penuh dengan ketidakpastian. Justru yang pasti adalah ketidakpastian itu sendiri karena manusia sesuai kapasitasnya tidak ada yang bisa menjamin kepastian dalam berbagai hal. Termasuk kepastian dirinya sendiri seperti apa, akan menjadi apa, nasibnya bagaimana, dan seterusnya. Apalagi, menjamin kepastian orang lain, malah sangat diragukan.
Oleh karena itu, dalam agama diajarkan untuk menyandarkan kepada Ilahi sebagai kepasrahan totalitas terkait semua hal kepada satu-satunya Zat Yang Maha Pemberi Kepastian seraya sambil berikhtiar sesuai kemampuan yang dimiliki.
Baginda Rasul mengajarkan kepada umatnya untuk mengucapkan ”insya Allah” sebagai suatu kesadaran totalitas bahwa manusia tidak bisa menjamin suatu kepastian dalam berbagai hal, termasuk tentang kesehatan, ekonomi, politik, dan lain sebagainya.
Oleh karena itu, manusia perlu memiliki kesadaran secara penuh bahwa dirinya bukanlah pemilik kepastian dan dirinya juga tidak memiliki kewenangan untuk memberi kepastian kepada siapa pun.
Jangankan urusan politik yang sangat kompleks, urusan domestik dalam keluarga saja kadang seseorang tidak bisa menjamin kepastian akan keberlangsungan keluarganya seperti apa saat ini dan beberapa waktu ke depan karena manusia memang memiliki keterbatasan untuk menjamin kepastian.
Kapasitas manusia hanya merencanakan dan melaksanakan, bukan menjamin kepastian.
Sekalipun dalam kenyataannya, misalnya, dijumpai ada asuransi kesehatan untuk menanggung atau menjamin sesuai perjanjian dua pihak yang menanggung atau menjamin dan yang tertanggung untuk mengganti biaya pengobatan yang meliputi biaya perawatan di rumah sakit, biaya pembedahan, dan biaya obat-obatan.
Jaminan asuransi itu dimaksudkan untuk mengantisipasi dan membantu dampak finansial dari berbagai risiko yang dialami seseorang dalam menjalani kehidupannya, akan tetapi itu pun sifatnya tidak mutlak.
Bagaimana dengan asuransi politik? Hampir dipastikan tidak ada pertanggungan atau jaminan mutlak dari seseorang untuk menjamin posisi dan jabatan seseorang sekalipun telah dijanjikan karena setiap saat bisa berubah sesuai situasi dan kondisi yang menyertai.
ESOTERISME AGAMA DI TENGAH KETIDAKPASTIAN POLITIK
Mustahil seseorang berharap mendapat kepastian terkait posisi dan nasibnya dalam politik. Walaupun, ada yang menjanjikan dan menanggung atau yang menjamin.
Untuk mengantisipasi agar seseorang tidak mengalami kekecewaan, jangan mudah berharap kepada seseorang yang menjanjikan karena setiap saat perubahan dalam hitungan detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, dan seterusnya akan selalu terjadi, tinggal menunggu waktu. Apalagi, janji dalam politik malah jauh dari ketidakpastian.
Kepastian dalam politik adalah ketidakpastian itu sendiri. Jadi presiden, wakil presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, wali kota/bupati, jabatan-jabatan lain, dan seterusnya dimulai dari ketidakpastian.
Walaupun akhirnya seseorang menduduki posisi dan jabatan tersebut, akan tetapi pada saatnya, minimal sesuai periodenya, akan menjadi ketidakpastian lagi karena hal tersebut sesuai periode dan peraturan perundang-undangan atau karena sesuatu hal atau hal lain akan berubah menjadi ketidakpastian.
Termasuk di dalamnya seseorang dijanjikan untuk berada di dalam kabinet atau lingkaran kekuasaan pada semua lini juga akan mengalami ketidakpastian.