Prinsip itu harus menghargai investor yang memprakarsai kegiatan tersebut sehingga mekanisme pengadaan badan usaha dengan skema KPBU kategori unsolicited adalah memberikan ”privilese” kepada pemrakarsa dengan tiga pilihan pada saat proses lelangnya.
Pertama, pembelian hak kekayaan intelektual oleh PJPK atau oleh pemenang lelang. Jika pemrakarsa kalah dalam lelang, pihak pemenang wajib mengganti semua biaya inisiasi awal yang telah dikeluarkan pemrakarsa seperti biaya kajian kelayakan, biaya perjalanan dinas dalam rangka koordinasi, dan lain-lain.
Kedua, pemrakarsa memperoleh skor 10 persen lebih tinggi dalam hal penilaian dokumen prakualifikasi perusahaan bila dibandingkan dengan penawar lainnya.
Ketiga, right to match. Yaitu, jika ada penawar lainnya yang menawar dengan harga yang lebih rendah dari penawaran pemrakarsa, pemrakarsa tetap menjadi pemenang lelang jika mau mengerjakan pekerjaan dengan harga terendah tersebut (lihat Perpres Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur dan Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2023)
Dari tiga ”privilese” tersebut, pemrakarsa wajib memilih salah satu. Jelas terlihat bahwa mekanisme tersebut sudah menunjukkan bahwa pengadaan KPBU sangat fair dan kredibel.
Contoh keberhasilan penyediaan layanan infrastruktur melalui skema KPBU PJU yang sudah beroperasi adalah di Kabupaten Madiun yang saat ini memiliki tagihan listrik sebesar Rp 5 miliar per tahun, hasil dari efisiensi tagihan listrik awalnya yang sebesar Rp 12 miliar per tahun (terdapat penghematan sebesar Rp 7 miliar per tahun).
Berkaca pada keberhasilan Kabupaten Madiun, tentu penghematan ini juga akan berdampak baik untuk Pemkab Ponorogo agar dapat mengalokasikan anggaran ke pembangunan infrastruktur lainnya.
Pun, pembangunan PJU pintar dengan skema kerja sama ini dapat memberikan pelayanan terang yang berkualitas sehingga menimbulkan rasa nyaman dan aman bagi masyarakat yang beraktivitas di malam hari.
Dengan waktu aktivitas yang lebih panjang, potensi peningkatan waktu kegiatan ekonomi pun meningkat.
Kesalahpahaman atas isu bahwa KPBU adalah utang yang muncul akhir-akhir ini bisa jadi didasari ketidakpahaman serta rasa zona nyaman yang cenderung mengurung diri dari perubahan ke arah yang lebih maju dan efisien.
Kemalasan untuk belajar skema baru dengan segala kerumitannya justru mengakibatkan normalisasi atas proses yang tidak efisien dan perawatan yang berulang-ulang pada PJU yang tidak dikelola dengan profesional.
Terbukti, dengan anggaran yang selama ini ada, belum memberikan rasa terang dari PJU di malam hari serta beban listrik yang tergolong mahal. (*)
*) Kokoh Prio Utomo adalah anggota Perkumpulan Ahli Profesional Kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha (PAPKPBU) Indonesia. --