Bayi Dibuang di Taman Pinggir Kali Ancol, Bau Minyak Telon

Rabu 18-09-2024,14:34 WIB
Oleh: Djono W. Oesman

BACA JUGA: Lima Bayi Prematur di RS Al-Nashr Dilaporkan Tewas Membusuk, Orang Tua dan Petugas Dipaksa Mengungsi

Dari kronologi itu, pasti bayi tersebut dibuang ortu. Digeletakkan di bangku, bukan di tanah karena bisa dikerubungi semut. Juga, agar tidak digondol anjing meski bisa saja anjing naik bangku menggondolnya. Dibekali goodie bag di dekatnya.

Minyak telon, tanda bahwa si pembuang merasa sangat sayang dan berat hati membuang bayinya.

Kalau sayang, mengapa dibuang? Mengapa tidak diberikan orang atau diserahkan rumah sakit atau yayasan sosial? Jawaban cuma ada di ortu pembuang. Tapi, jelas, bayi itu tidak dikehendaki lahir. 

Entah karena lahir di luar nikah. Atau hasil selingkuh. Sangat mungkin dilahirkan remaja yang malu atau takut ketahuan punya anak sebelum menikah. Sebab, jika dewasa, ortunya pasti menyerahkan ke pihak berwenang atau banyak kasus penjualan bayi.

Apa pun alasan pembuangan bayi itu, dalam perspektif si pembuang, cara itulah terbaik. Tidak dibunuh. Tidak dibuang ke Kali Ancol yang pasti bayinya bakal mati. Maka, digeletakkan dengan goodie bag begitu, cara paling waras.

Waras berarti logis. Berdasar pemikiran si pembuang, apalagi jika pembuangnya remaja. Lha bagaimana lagi, hasrat seks sudah tinggi, lalu berhubungan seks dengan pacar, lalu hamil, lalu melahirkan, akhirnya terpaksa….

Dikutip dari American Psychological Association, berjudul Sexual Development and Behavior in Children: Information for Parents and Caregivers (2009), diurai perjalanan hidup manusia, mulai lahir, anak-anak, remaja, hingga dewasa. Semua anak-anak usia akil balig pasti dianugerahi Allah hasrat seksual. Tidak mungkin tidak.

Di usia balita, anak ingin tahu tentang jenis kelamin mereka sendiri atau jenis kelamin orang lain. Muncul ekshibisionisme (memperlihatkan tubuh anak kepada anggota keluarga). Muncul pula voyeurisme (penasaran ingin melihat tubuh orang dewasa, diawali pada tubuh ibu).

Usia lewat 5 tahun, anak ingin tahu asal mereka lahir. Ortu menjawab, asalnya dari perut. Anak bertanya, terus keluarnya lewat mana? Lalu, biasanya ortu mengalihkan topik bicara. Sebab, ortu tradisional menganggap itu pertanyaan tabu. Sebaliknya, anak akan terus mencari jawaban pertanyaan itu. Dengan berbagai cara. Akhirnya mereka tahu dari orang lain. Dengan berbagai versi.

Usia meningkat di 7 tahun, anak bersama teman main dokter-dokteran. Di situlah anak mengeksplorasi bentuk tubuh anak lain, terutama yang berbeda jenis kelamin. Tanpa sepengetahuan ortu, anak jadi tahu jenis kelamin yang berbeda dengan dirinya.

Jika hal itu ditanyakan anak ke ortu tradisional, ortu bakal mengalihkan topik bicara (lagi). Dari sini anak (yang normal) bakal menganggap bahwa ada sesuatu yang bersifat rahasia di sekitar itu. Maka, anak tidak lagi bertanya ke ortu soal itu.

Sebaliknya, ortu menganggap bahwa anak tidak mungkin bertanya soal itu lagi. Ortu merasa aman terkendali. Namun, kepo anak tidak berhenti. Mereka mencari jawaban dari orang lain, yang jawabannya bisa bervariasi, bergantung orang yang ditanya. Di sini bahaya.

Menjelang pubertas, usia 10 tahun, anak sudah merasa paham organ genital. Merasakan langsung, ada perubahan genital di tubuh mereka. Merasakan sesuatu kalau dibelai. Dan, ketika masuk usia pubertas, anak mulai masturbasi. Ada juga yang lebih dari itu, akibat melihat video porno. Itu terjadi di awal usia belasan tahun.

Di usia remaja, anak sudah paham bahwa masturbasi itu terkait hubungan seksual dengan lawan jenis. Mereka jadi kepo soal hubungan seks. Mereka berfantasi.

Tapi, remaja tidak langsung melakukan hubungan seks. Mereka takut pada ajaran agama, juga ortu, serta guru. Mereka ingin mencoba hubungan seks, mereka sangat kepo, tapi tertahan oleh norma-norma agama, aturan ortu, pengawasan guru di sekolah.

Kategori :