Problem utama dari konsep optimalisasi lahan perkebunan sawit pada saat replanting ini adalah persoalan off taker atau siapa yang akan membeli dari hasil panen tanaman sela tersebut.
BACA JUGA:BPIP: Harapan Terhadap Prabowo untuk Berantas Mafia Pertambangan dan Sawit
Karena itulah, di sini perlu peran pemerintah untuk menugaskan Perum Bulog untuk menyerap hasil panen dari tanaman sela tersebut.
jika tidak ada pihak yang bersedia menjadi off taker (pembeli hasil peternakan), maka Kacuk menyarankan agar hasil panen tersebut dikonsumsi untuk masyarakat sekitar kebun saja.
“Misalnya padi gogo yang ditanam di Kabupaten Serdang Bedagai, hasilnya dikonsumsi masyarakat sekitar saja, jangan dikirim ke Papua. Atau beras dari Papua jangan dikirim ke Banda Aceh. Jangan seperti itu, karena ongkos logistiknya mahal,” katanya.
Dengan konsep yang diterapkan ini masyarakat sekitar kebun akan terjamin ketahanan dan kemandirian pangannya. Selain itu mereka akan mendapatkan harga yang terjangkau karena biaya logistiknya murah. “Masyarakat sekitar juga ada kegiatan ekonominya,” katanya.
Di sinilah konsep ini memiliki multiplier effect-nya tinggi. Nah, multiplier effect ini kalau di pedesaan akan menimbulkan ketahanan ekonomi.
Makanya dulu ada konsep ekonomi gotong royong itu adalah dari bawah ke atas. “Dengan mengoptimalkan sumber daya lahan perkebunan sawit ini untuk mencapai kemandirian pangan sehingga tidak perlu membuka lahan baru lagi,” katanya.(*)
*) Mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya Program MBKM Harian Disway