Pasangan calon wali kota dan wakil wali kota Surabaya nomor urut 1, Eri Cahyadi-Armuji.-Martinus Ikrar Raditya-Harian Disway -
Tetapi, bagaimana pun, paslon tunggal juga punya keuntungan secara politik. Mereka dinilai berhasil dalam memimpin daerahnya.
Sehingga masyarakat sangat percaya dan puas dengan kinerja mereka.
BACA JUGA:Kotak Kosong di Pilkada Serentak 2024
“Jadi tidak lagi kemudian ada tokoh atau figur yang bisa mengimbangi kualitas dari kepemimpinan mereka,” ujar pengamat politik Universitas Airlangga Fahrul Muzaqqi, kemarin.
Namun, sebaliknya dari perspektif yang lebih kritis, bisa jadi mereka memang muncul karena tiga faktor lain.
Pertama, karena waktu pendaftaran paslon yang relatif singkat. Sementara fokus parpol lebih pada pemenangan pileg dan pilpres.
Sehingga, ruang untuk mempersiapkan kandidat paslon kepala daerah juga berkurang.
BACA JUGA:Dukungan Pada Kotak Kosong Surabaya Meningkat
Kedua, parpol pun terkesan memaksakan kondisi. Sejumlah parpol mengalami krisis kader.
Sehingga sulit mencari sosok kandidat yang siap untuk maju ke pilkada.
Alat Peraga Kampanye berupa banner yang dipasang oleh Tim Pemenangan Eri-Armuji di Jalan Kalianyar, Surabaya. Menampilkan surat suara berisi kolom bergambar dan kolom tanpa gambar.-Martinus Ikrar Raditya-Harian Disway -
Terakhir, kandidat-kandidat yang berkeinginan untuk maju tidak mendapatkan kepastian mendapat rekomendasi dari parpol karena sempitnya waktu untuk pertimbangan.
“Untuk maju, tidak bisa melakukan banyak hal. Jadi cenderung dibatasi,” tandasnya. (*)