SURABAYA, HARIAN DISWAY - Jawa Timur krisis petani muda. Generasi milenial sangat sedikit yang mau jadi petani. Padahal, beberapa daerah di Bumi Mojopahit penghasilan utamanya dari pertanian. Provinsi itu juga menjadi penyuplai terbesar hasil pertanian. Salah satunya seperti tembakau, kopi, dan Kakao.
Pemerintah provinsi (Pemprov) Jatim pun berupaya mendorong minat generasi muda untuk bertani. Sehingga, ada regenerasi petani. Hal itu yang melandasi munculnya program Generasi Muda Agropreneurship Tembakau (GEMA).
PJ Gubernur Jatim Adhy Karyono mengatakan, dari program itu dapat mendorong munculnya inovasi demi perkembangan pertanian tembakau. Serta bisa mendorong regenerasi dari petani tembakau, kopi dan kakao Jatim.
"Petani pasti ada umurnya sehingga kita mengembangkan dan meningkatkan motivasi dan minat dari para petani muda untuk bisa melanjutkan. Kita ingin ada regenerasi,” katanya saat ditemui di Gedung Negara Grahadi, Jumat 29 November 2024.
“Ini potensinya sangat besar. Karena pasar dunia sudah mulai melirik langsung ke Jawa Timur. Di sektor ini juga memberikan PDRB yang cukup luar biasa untuk kita dan juga pendapatan negara untuk Indonesia," tambahnya.
BACA JUGA: Rapat Banggar DPR RI dan Pemprov Jatim Bahas Rencana Kenaikan PPN 12 Persen
Lebih lanjut Adhy menekankan pentingnya pengembangan kopi, tembakau, dan juga kakao. Pasalnya, ketiga produk tersebut merupakan komoditi yang telah banyak dilirik di pasar global.
"Tentunya kita bersyukur bahwa kita dianugerahi tanah yang subur untuk jenis tembakau. Kita produksinya lebih dari 50 persen dari produksi nasional dan ini menjadi tumpuan. Begitu pun dengan kopi dan kakao. Maka dari itu, kita menginginkan proses bertanam yang tidak hanya konvensional tapi juga dengan teknologi," terangnya.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur berupaya terus mengeluarkan inovasi-inovasi yang menjadi nilai tambah. Sehingga Jawa Timur dapat menghadapi berbagai tantangan seperti perubahan iklim, kendala teknologi, serta lemahnya posisi tawar petani.
"Yang perlu kita pahami adalah inovasi itu tidak melulu sesuatu yang baru. Inovasi itu juga bisa berarti replikasi dan melanjutkan sesuatu yang sudah ada," jelasnya.
BACA JUGA: Dishub Bakal Tambah Lima Koridor Trans Jatim
Untuk itu, pemerintah telah menginisiasi program pelatihan berbasis inovasi seperti Good Agricultural Practices (GAP) dan Good Handling Practices (GHP). Serta memberikan dukungan berupa bibit bersertifikat.
Adhy berharap akan ada kestabilan harga yang saat ini sangat tergantung dari musim panen petani. Saat panen, bersamaan akan menimbulkan over supply yang menurunkan nilai jual.
"Hal ini lagi kita pikirkan bagaimana supaya ada penyimpanan-penyimpanan. Petani juga bisa diuntungkan dengan tidak mengganggu dari proses produksinya. Harus ada skema pembiayaan yang menguntungkan petani, itu yang paling penting," katanya.
Sebagai informasi, 2023 lalu, Jawa Timur memantapkan diri sebagai provinsi penghasil tembakau terbesar di Indonesia. Dengan luas areal 114 ribu hektare dan produktivitas mencapai 1.371 kilogram per hektare, atau sekitar 45,65 persen dari total produksi nasional.