Wacana Libur Sekolah Ramadan, Wali Murid di Surabaya Beda Pendapat

Kamis 09-01-2025,16:11 WIB
Reporter : Ghinan Salman
Editor : Guruh Dimas Nugraha

BACA JUGA:BPBD Pasang Papan Imbauan Peringatan Usai 3 Anak Surabaya Tenggelam di Sungai

Sinta memiliki dua anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar. Dia mengungkapkan betapa pentingnya waktu libur selama bulan Ramadan bagi perkembangan spiritual dan emosional anak-anaknya.

”Saya sangat setuju dengan kebijakan itu. Libur selama Ramadan memberikan kesempatan bagi anak-anak untuk lebih fokus pada ibadah dan belajar agama. Selain itu, mereka juga dapat menghabiskan lebih banyak waktu bersama keluarga,” ujar Sinta.

Namun, menurut Sinta harus ada kegiatan pengganti yang bermanfaat selama libur Ramadan. Sekolah dan pemerintah harus bekerja sama untuk menyediakan program-program yang dapat mengisi waktu libur anak-anak dengan kegiatan positif.

”Misalnya seperti pesantren kilat, kegiatan sosial, atau kelas-kelas agama. Ini akan membantu mereka tetap produktif dan belajar hal-hal baru,” tuturnya.

Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi setuju libur sekolah selama Ramadan diterapkan. Asalkan ada kegiatan pengganti yang positif bagi para siswa. Jika sekolah diliburkan selama sebulan penuh, siswa-siswi harus diberi kegiatan lain yang bermanfaat untuk menjaga semangat belajar mereka. 

”Jadi, diwajibkan anak Surabaya kalau libur sebulan, umpamanya, dimasukkan ke pondok seminggu. Bergantian. Sehingga anak-anak punya dasar akidah agama yang kuat,” kata Eri.

BACA JUGA:Perketat Pengawasan Kesehatan untuk Cegah Virus HMPV, Dinkes Surabaya: Jangan Panik, tapi Waspada

BACA JUGA:Wabah PMK Menyebar ke 30 Kabupaten/Kota di Jatim, Surabaya Gelar Langkah Pencegahan

Ia menjelaskan bahwa kegiatan di pondok pesantren dapat menjadi alternatif selama libur Ramadan. Apabila kebijakan itu diterapkan, Eri akan berkoordinasi dengan pemilik pondok pesantren di Surabaya.

Dalam mempertimbangkan kebijakan libur sekolah selama Ramadan, Pengamat Pendidikan Surabaya Mahtadi mengingatkan pentingnya memastikan apakah kebijakan itu berlaku untuk semua sekolah. Sebab, tidak semua sekolah berstatus sekolah Muslim. 

”Misalnya, di Bali. Tidak semua sekolah di sana berstatus Muslim. Oleh karena itu, perlu dipikirkan apakah kebijakan itu akan bersifat wajib untuk semua sekolah di seluruh daerah,” ujar Mahtadi yang juga Wakil Rektor Unesa Bidang Perencanaan, Pengembangan, Kerja Sama, serta Teknologi Informasi dan Komunikasi itu.

Mantan Ketua Dewan Pendidikan Surabaya itu berpendapat, sebaiknya bukan libur sepenuhnya. Tetapi lebih banyak diganti dengan kegiatan-kegiatan keagamaan atau pengembangan diri.

”Kegiatan yang tidak terlalu bermuatan akademis. Tapi waktunya juga tidak perlu full. Supaya anak tetap ada aktivitas dan orang tua tidak khawatir,” jelasnya.

Penting untuk diingat bahwa puasa bukan berarti menghentikan semua aktivitas. Menurutnya, orang yang berpuasa tetap bisa produktif. ”Hanya saja produktivitasnya perlu diminimalisir, tidak diforsir. Bulan puasa bukan berarti bulan yang berhenti aktivitas,” tegasnya. 

Ia menyarankan agar kegiatan selama Ramadan lebih diarahkan pada penguatan keimanan dan spiritualitas anak-anak. Selain itu, kegiatan harus disiapkan dengan baik untuk menghindari dampak negatif. 

Kategori :