Pendidikan Indonesia dalam Krisis: Kenapa Bantuan Sosial Tak Lagi Cukup?

Rabu 05-02-2025,10:33 WIB
Oleh: Sitti Kamila Meutia Sani*

Pengelolaan keuangan bukan hanya kewajiban keluarga, melainkan juga kewajiban pemerintah. Pemerintah, sebagai pemimpin negara, perlu memberikan arahan dan dukungan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. 

Upaya untuk lepas dari keterpurukan ekonomi tidak bisa dilakukan hanya dengan mengandalkan bantuan sosial, melainkan dengan pemberdayaan ekonomi dan pendidikan yang merata.

PERBAIKAN POLA PIKIR MASYARAKAT

Pola pikir masyarakat, terutama dalam konteks pendidikan dan kesejahteraan, menjadi salah satu akar masalah yang perlu diatasi. Untuk memperbaiki sistem pendidikan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia, kita perlu menumbuhkan sikap kritis terhadap kebijakan yang ada. 

Seperti dikatakan Trotsky (1928), kaum pekerja harus memahami posisinya sebagai kelas proletar dan mulai berpikir kritis terhadap kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah. 

Namun, masyarakat Indonesia sering kali lebih memilih untuk menerima begitu saja kebijakan yang ada tanpa mengkritisinya, menciptakan kebiasaan pasifisme. 

Kebiasaan pasif itu, menurut Bourdieu (1977), berpotensi melanggengkan habitus, yaitu kebiasaan yang diterima tanpa pertanyaan dan tanpa refleksi lebih lanjut.

Kemunduran yang terjadi dalam masyarakat bisa diperbaiki dengan menumbuhkan semangat untuk terus memperbaiki keadaan. Sikap kritis terhadap kebijakan dan pola pikir jangka pendek yang sering mengakar harus dilawan untuk mencapai keadilan dalam pendidikan dan kesejahteraan masyarakat. 

Dengan berpikir kritis, kita bisa membantu menciptakan kebijakan yang lebih bijak, efisien, dan berkelanjutan. 

Pendidikan sejatinya dimulai dari keluarga yang mampu mendidik pola pikir kritis dalam diri anak-anak mereka sehingga menciptakan generasi yang mampu berpikir kritis dan membuat perubahan.

Oleh karena itu, dibutuhkan reformasi sistemik yang memprioritaskan akses pendidikan merata melalui penguatan sekolah negeri di seluruh Indonesia. Di sisi lain, masyarakat juga perlu dididik untuk mengelola bantuan secara bijak dan memandang pendidikan sebagai investasi jangka panjang. 

Tanpa perubahan sistem pendidikan yang lebih baik dan perubahan pola pikir masyarakat yang lebih progresif, angka putus sekolah di Indonesia akan terus tinggi. Pun, kasus serupa yang dialami Kamelia akan terus berulang. 

Pendidikan yang merata dan bermutu adalah kunci untuk menciptakan masa depan yang lebih baik bagi bangsa ini. (*)

*) Sitti Kamila Meutia Sani adalah mahasiswa Pascasarjana Jurusan Ilmu Linguistik, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga, Surabaya.

 

Kategori :