ADA pemandangan menarik di antara papan bunga yang berjajar di gedung Rektorat Kampus C Universitas Airlangga (Unair) saat pengukuhan guru besar FISIP Unair (27 Februari 2025).
Di antara deretan papan bunga tersebut, terdapat ucapan selamat yang tergantung di batang pohon hidup di atas pot bunga yang indah.
Tentu saja saya penasaran. Eeiih ternyata pohon jambu merah setinggi orang dewasa tersebut adalah kiriman Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko untuk para gubes FISIP Unair yang sedang dikukuhkan rektor.
Saya agak lama terdiam berada di depan pohon jambu tersebut dan sempat memotretnya. Bagi saya sebagai dosen komunikasi sosial, kiriman itu sungguh menggelitik daya nalar kritis saya. Selain unik dan berbeda dari yang lain, menurut saya, kiriman itu mengandung pesan mendalam dan visioner.
Ya, ucapan selamat yang tergantung dalam pohon hidup itu adalah hal baru. Tentu saja tidak sekadar ucapan selamat, tetapi juga tersimpan pesan mendalam agar kita semua memiliki kepedulian dan visi ekologis, memelihara, dan menjaga lingkungan hijau.
Apalagi, kiriman seperti itu masih tergolong baru dalam tradisi memberikan ucapan selamat yang dilakukan para pejabat dan masyarakat Indonesia. Selama ini kiriman itu dalam bentuk papan bunga.
Begitu acara selesai, papan bunga tersebut akan layu dan hanya bisa didaur ulang untuk direproduksi guna memenuhi kebutuhan papan bunga acara yang lain atau dibiarkan menjadi layu dan kemudian menjadi sampah.
Bagi saya yang baru pertama melihat fenomena itu, kiriman pohon tersebut bisa dimaknai dalam banyak hal dan bisa menjadi inspirasi bersama. Momentumnya juga tepat, yakni saat negara tengah melakukan efisiensi dan penghematan anggaran.
Sekaligus menjadi pas dan tepat untuk medium kampanye kepedulian dan literasi lingkungan.
Jika kita memiliki kesadaran dan kecintaan terhadap lingkungan, apa yang dilakukan bupati Ponorogo itu patut dicontoh dan ditradisikan.
Lalu, saya sempat browsing di medsos dan ternyata hal itu juga dilakukan beberapa kepala daerah lain seperti bupati Gresik, wali kota Madiun, bupati Sidoarjo, bupati Bojonegoro, wali kota Bekasi, dan wali kota Palembang.
Bisa jadi masih banyak yang lain yang belum muncul di media massa. Mereka sebagai kepala daerah terpilih mengimbau dan menerima pohon hidup sebagai pengganti papan bunga.
Bagi saya, para kepala daerah itu sudah memelopori tradisi baru yang positif untuk edukasi dan literasi lingkungan. Tindakan tersebut bisa jadi kecil, tetapi akan bisa berdampak besar dan meluas.
Mengasah kepekaan seperti itu tentu butuh insting, kepedulian, dan pemihakan yang kuat. Mereka sudah bisa memikirkan kemanfaatan dan optimalisasi ucapan pribadi untuk khoirunnaas, ’bermanfaat bagi masyarakat’.
Paling tidak, ada beberapa pelajaran penting yang bisa kita petik dari peristiwa itu.