Masjid Pemuda Indonesia di Kota Surabaya bukan sekadar tempat ibadah ritual. Melainkan juga menjadi rumah bagi musafir, memberi mereka kesempatan nyantri, hingga membuka jalan meraih beasiswa S2. Dengan aturan disiplin dan pembinaan intensif, para musafir yang bertahan menemukan tempat bernaung sekaligus masa depan yang lebih cerah.
Waktu berbuka baru saja berlalu. Aroma makanan yang sempat memenuhi ruangan kini berganti dengan suara piring-piring yang saling beradu, ditumpuk rapi ke dalam bak-bak biru.
Tak ada yang tersisa. Semua habis disantap. Menghangatkan perut mereka yang seharian menahan lapar dan dahaga.
BACA JUGA:Masjid Ikon Surabaya (5): Sukses dengan Model Direksi, Kini Buka Cabang di Dua Kota
Di tengah kerumunan, seorang pria dengan jaket ojek online lusuh perlahan menaruh piring bekas makannya. Dalam gendongannya, seorang bocah kecil tertidur pulas.
Sementara itu, tangan kirinya menggenggam erat jemari anak laki-lakinya. Dengan hati-hati, sang anak meniru ayahnya, meletakkan piring kosong.
Pria itu kemudian melangkah pergi, melewati Rama Surohadi, Wakil Pengasuh Masjid Pemuda Indonesia. Sesaat, ia menatap Rama, lalu menganggukkan kepala. “Terima kasih, Mas, makanannya,” ucapnya pelan, sarat dengan kelegaan.
BACA JUGA:Masjid Ikon Surabaya (4): Wujud Spirit Ekonomi Islam di Masjid Pemuda Indonesia
Rama tersenyum. “Berkahnya dari Allah, Pak,” balasnya lembut. “Kami hanya menyampaikan,” katanya.
Sang bapak mengangguk sekali lagi sebelum melangkah keluar, masih dengan anaknya yang setia menggenggam tangannya.
Ya, itulah sepotong pemandangan adem di Masjid Pemuda Indonesia selepas buka puasa bersama pada Senin, 3 Maret 2025.
Masjid Pemuda Indonesia bukan sekadar tempat ibadah. Setiap sore di bulan Ramadan, masjid di di Jalan Kalikepiting No. 111, Kav 2, itu menjelma ruang kebersamaan.
BACA JUGA:Masjid Ikon Surabaya (3): Pasar Rakyat Jambangan Surga Takjil Al Akbar
Tak ada sekat antara pekerja harian, mahasiswa, hingga musafir yang sedang singgah. Semua orang diterima dengan tangan terbuka, berbagi hidangan berbuka dan cerita perjalanan hidup masing-masing.
“Mereka ini disebut musafir, karena sedang dalam perjalanan jauh dan singgah beberapa hari di sini,” jelas pria yang pernah menempuh kuliah Teknik Geologi di Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya itu.
Bahkan, lanjut Rama, Masjid Pemuda Indonesia bukan hanya rumah bagi umat Islam, tetapi juga bagi siapa saja yang membutuhkan tempat berteduh.