Selain dari sisi psikologis, puasa dapat pula dilihat dari sisi religius. Puasa tidak sekadar menahan diri atau diam tanpa berbicara. Lebih dari itu, puasa dapat diartikan sebagai bentuk hukuman atau ekspresi tobat kepada Allah SWT.
Dalam perspektif sastrawi, ibadah puasa bukan hanya tentang menahan lapar dan haus –¬yang sering diasosiasikan dengan kondisi rendah atau buruk– tetapi juga sebagai latihan untuk menyeimbangkan emosi, mengendalikan hawa nafsu, dan membatasi keinginan yang berlebihan.
Perintah puasa yang ditujukan kepada orang-orang beriman tanpa memandang tingkat keimanan mereka, serta tanpa menyebutkan secara spesifik siapa yang mewajibkannya, membuat ibadah itu tampak sederhana dan mudah dilaksanakan oleh umat Islam. (*)
*) Anwar Ma’ruf adalah dekan Fakultas Vokasi, Universitas Airalangga