Pemimpin media massa dikumpulkan sebagai upaya meyakinkan mereka untuk memberikan dukungan. Media pun kehilangan independensi dan sikap kritis.
Media yang tetap independen dan kritis diteror dengan kepala babi dan bangkai tikus serta dituding sebagai antek asing.
Despot mengontrol kalangan terdidik, surveyor, dan lembaga think tank untuk mendapat dukungan. Surveyor bayaran bermunculan. Kampus dan intelektual dibungkam. Para influencer dan selebritas medsos dirangkul dan diberi jabatan setingkat menteri.
Pemimpin despot harus secara konstan dekat dengan masyarakat. Maka, muncullah jargon ”Prabowo Adalah Kita”, seperti yang digagas Syahganda Nainggolan. Mungkin sebentar lagi muncul jargon ”Prabowoisme”.
Bagi 40 juta pendukung die hard Anies Baswedan, jargonnya adalah ”Prabowo Adalah (bukan) Kita” dan Prabowois(not)me. (*)