Menjaga Hukum dan Menjaga Ilmu: Cerita Wakapolres Bangkalan Raih Gelar Magister di Tengah Tugas

Rabu 30-04-2025,12:18 WIB
Reporter : Doan Widhiandono
Editor : Noor Arief Prasetyo

Di tengah dinamika tugas sebagai Wakil Kepala Kepolisian Resor (Wakapolres) Bangkalan, nama Andi Febrianto Ali menjadi contoh konkret bahwa kesibukan bukan alasan untuk berhenti belajar. Pada wisuda Universitas dr Soetomo (Unitomo) Surabaya, 26 April 2025, Andi berdiri di podium sebagai lulusan Magister Ilmu Hukum. Ia menyampaikan sambutan mewakili seluruh wisudawan. Tentu, itu adalah sebuah pencapaian yang tak hanya personal, namun juga penuh makna profesional.

Tak mudah bagi seorang perwira menengah polisi seperti Andi membagi waktu antara tugas institusional dan kewajiban akademik. Namun, ia membuktikan bahwa dedikasi terhadap pendidikan bisa berjalan beriringan dengan pengabdian pada negara.

Di balik kesibukannya menjaga keamanan di Bangkalan, Andi tetap meluangkan waktu untuk kuliah, riset, dan menyusun tesis yang tak biasa. Yakni, penyelesaian konflik berdarah carok di Madura.

“Saya ingin agar ilmu yang saya dapatkan tak berhenti di ruang kuliah. Sebagai aparat, saya melihat langsung betapa kompleksnya konflik sosial di Madura, dan saya mencoba menawarkan pendekatan yang lebih manusiawi,” ujar Andi dalam sambutannya di hadapan para guru besar dan civitas akademika Unitomo.

Tesisnya berjudul Peran Kepolisian, Pemerintah Daerah, Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat dalam Menciptakan Budaya Penyelesaian Dendam akibat Carok Berdasarkan Nilai-nilai Adab di Madura. Penelitian itu tidak hanya menjadi tugas akademik semata, tetapi juga dirancang sebagai cetak biru penyelesaian konflik yang lebih berakar pada kearifan lokal dan prinsip keadilan restoratif.

BACA JUGA:Wisudawan Unitomo Surabaya: Dimas Yemahura Alfarauq, Magister Hukum Jalur RPL

BACA JUGA:Wisudawan Unitomo Surabaya: Siapa Sangka, Tukang Cuci Piring Jadi Wisudawan Terbaik

Konsep besar dalam riset itu adalah pembentukan Lembaga Adat Desa (LAD) sebagai wadah mediasi dan penyelesaian sengketa berbasis musyawarah mufakat. Gagasan tersebut tak datang begitu saja. Andi mempelajari regulasi terkait, termasuk Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 18 Tahun 2018 dan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015, sebagai dasar pembentukan LAD di tiap desa.

“Pola penyelesaian yang kami tawarkan mengedepankan pendekatan adat dan agama, bukan semata-mata hukum formal,” kata Andi.

Penelitiannya mendapat dukungan langsung dari sejumlah tokoh penting, termasuk Wakil Menteri Hukum dan HAM Prof Edward Omar Sharif Hiariej, yang juga menjadi penguji tesisnya. Prof Eddy, sapaan akrabnya, bahkan menyebut pendekatan Andi sebagai terobosan penting dalam menyelesaikan persoalan kekerasan berbasis harga diri yang selama ini terjadi di Madura.

Prof Eddy menggarisbawahi bahwa pendekatan tersebut sejalan dengan semangat revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang akan berlaku pada 2026. Dalam KUHP baru itu, hakim wajib menanyakan apakah perkara telah melalui penyelesaian di tingkat lembaga adat sebelum masuk ke meja pengadilan. Artinya, peluang untuk menyelesaikan sengketa di luar jalur hukum formal semakin terbuka.


Foto bersama senat dan seluruh wisudawan Universitas Dr Soetomo Surabaya, Sabtu, 26 April 2025.-Humas Unitomo Surabaya-

Langkah Andi tak berhenti di bangku kuliah. Ia menginisiasi seminar nasional yang dihadiri tokoh-tokoh penting seperti pejabat Kementerian, anggota DPR, para ulama besar Madura, hingga kepala desa dan tokoh masyarakat. Dalam seminar itu, sebuah aksi simbolik dilakukan: deklarasi peletakan senjata tajam oleh tokoh masyarakat. Sebuah tanda komitmen untuk mengakhiri tradisi kekerasan.

Respons masyarakat pun luar biasa. Banyak warga dari kabupaten lain di Madura menyatakan keinginan agar pendekatan serupa diterapkan di daerah mereka. Rencana pembangunan Monumen Perdamaian di sisi Madura Jembatan Suramadu menjadi simbol nyata keinginan bersama untuk keluar dari lingkar kekerasan dan menapaki jalan baru berbasis rekonsiliasi.

Meski menyampaikan sambutan di momen wisuda, Andi tak lupa untuk menyampaikan permohonan maaf kepada para dosen dan civitas akademika atas kekhilafan selama menjadi mahasiswa. Sikap rendah hati itu menunjukkan bahwa kesuksesan akademik bukan hanya soal nilai dan gelar, tetapi juga tentang etika dan penghormatan terhadap guru.

Kategori :