Dengan menelaah dua UU tersebut, kita bisa membaca suasana kebatinan para legislator ketika merumuskan peraturan tentang hubungan industrial tersebut, bahwa dalam konteks bipartit (pemberi kerja dan pekerja) ada potensi terjadi perselisihan.
Di sanalah pemerintah diminta hadir untuk memediasi penyelesaian perselisihan (tripartit) ketika tidak bisa disepakati pemberi kerja dan pekerja.
Secara normatif, peraturan tentang hubungan industrial dibuat untuk menjamin perlindungan bagi kepentingan pemberi kerja dan pekerja.
Di satu sisi, pemerintah ingin memastikan hak-hak normatif pekerja diberikan sesuai dengan peraturan yang berlaku dan perjanjian kerja bersama yang disepakati.
Di sisi lain, pemerintah ingin dunia usaha berjalan dengan baik karena aspek pengelolaan ketenagakerjaan yang berjalan harmonis.
Apakah konsepsi ideal sesuai dengan UU di atas sudah tercapai dalam praktik hubungan ketenagakerjaan saat ini? Realitasnya, isu hubungan industrial masih menjadi salah satu tantangan kompleks yang dihadapi dunia usaha di Indonesia.
PRAKTIK HUBUNGAN INDUSTRIAL
Banyak aspek teknis dalam konteks hubungan industrial yang diatur dalam UU dan peraturan pemerintah lainnya. Misalnya, tentang hubungan kerja, mekanisme PHK (pemutusan hubungan kerja), mutasi, waktu kerja dan waktu istirahat, tenaga kerja asing, pengupahan, dan serikat pekerja.
Pemerintah sebagai regulator memberikan kerangka teknis dalam aspek ketenagakerjaan. Namun, dalam praktiknya, tafsir atas suatu peraturan antara pemberi kerja dan pekerja bisa sangat berbeda. Perbedaan tafsir itu juga bisa terjadi karena perbedaan kepentingan antara pekerja dan pemberi kerja.
Perbedaan tafsir dan perbedaan kepentingan itulah yang sering kali menjadi penyebab munculnya perselisihan hubungan industrial. Dari perselisihan yang sederhana berkembang menjadi sesuatu yang kompleks dan acap kali menjadi isu nasional yang bisa memengaruhi ketidakpastian usaha dan iklim investasi di Indonesia.
Contoh praktik isu hubungan industrial yang viral baru-baru ini adalah apa yang terjadi di PT Yihong Novatex Indonesia, perusahaan PMA dari Republik Rakyat Tiongkok.
Gara-gara pekerjanya demo dan mogok, investor PT Yihong memilih untuk berhenti produksi dan menutup pabrik mereka. Tidak jelas, apakah merelokasi pabrik ke negara lain atau akan kembali berinvestasi di Indonesia.
Apa yang terjadi pada PT Yihong berawal dari perselisihan hubungan industrial yang terjadi di pabrik alas kaki dan tekstil yang berlokasi di Cirebon itu. Perusahaan mem-PHK tiga karyawan.
Namun, tindakan PHK tersebut diprotes para karyawan dengan aksi demo dan mogok kerja. Para karyawan menuntut agar tiga karyawan yang di-PHK bisa dipekerjakan kembali. Akibat mogok, pabrik berhenti berproduksi dan kehilangan banyak pesanan dari pembeli.
Bukannya mengabulkan tuntutan para karyawan, manajemen PT Yihong memilih untuk menutup pabrik. Karena perusahaan sudah tidak berproduksi lagi, sebanyak 1.126 karyawan pun di-PHK.
Penutupan pabrik Yihong mengakibatkan jumlah pengangguran di Kabupaten Cirebon bertambah. Pemerintah pun turun tangan, tetapi belum ada informasi yang jelas apakah PT Yihong telah beroperasi lagi atau tidak.