Pelatihan, diskusi daring, hingga konten edukatif di media sosial menjadi gerakan kecil yang tumbuh perlahan. Di beberapa kota, bahkan sudah muncul komunitas belajar keluarga yang mengusung semangat pengasuhan sadar.
BACA JUGA: Menjaga Keharmonisan dalam Dinamika Keluarga
Membangun keluarga yang sehat secara emosional memang bukan proses instan. Diperlukan kesediaan untuk belajar, mengevaluasi, dan terkadang, memaafkan diri sendiri. Pola pikir bukan warisan genetik.
Tetapi cermin dari interaksi sehari-hari. Maka ketika keluarga menjadi tempat bertumbuh, bukan sekadar tinggal, di situlah benih pola pikir tumbuh disemai. Anak-anak yang tumbuh dengan rasa aman dan dihargai cenderung membawa kepercayaan diri itu ke dunia luar.
Mereka lebih siap menghadapi tantangan, lebih tangguh saat gagal, dan lebih bijak dalam menilai diri sendiri. Bukan karena tak pernah jatuh, melainkan karena mereka tahu bahwa setiap jatuh adalah bagian dari naik.
BACA JUGA: Alasan Anak Muda Masa Kini Gemar Beraktivitas di Ruang Terbuka
Dan semuanya dimulai dari rumah, dari cara kita berkata, mendengar, dan merespons. Mungkin bukan soal besar atau kecilnya rumah, tapi bagaimana suasana hati yang tinggal di dalamnya. (*)
*) Mahasiswa magang dari Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Terbuka Surabaya