Sekretaris Desa Kambangsari Gigih Supriyatno kepada wartawan menjelaskan, mayat ditemukan pencari bonsai sekitar pukul 11.00 WIB, Senin, 19 Mei 2025.
Gigih: ”Warga itu menelepon saya, memberitahukan ada mayat. Saya langsung cek buat memastikan. Ternyata benar. Posisi mayat telentang di tanah. Kira-kira 10 meter dari kepunden. Mayat sudah membusuk.”
Ia kemudian menanyakan kepada ketua RT setempat. Sebab, orang yang hendak masuk petilasan harus lapor ke RT dulu, untuk dicatat.
Dilanjut: ”Orang itu ternyata tidak lapor ke RT. Penghuni rumah dekat lokasi petilasan juga tidak lihat ada orang masuk petilasan. Lalu, kami lapor polisi.”
Tim polisi tiba di TKP. Memeriksa, tidak ada kejanggalan. Meski tanpa identitas, tim Inafis (Indonesia Automatic Fingerprint Identification System) melacak, ketemu identitas korban. Polisi menghubungi keluarganya. Pihak keluarga mendatangi petilasan, lalu membawa pulang jenazah, kemudian memakamkan.
Polisi masih curiga karena motor dan HP korban tidak ditemukan. Meski korban sudah dimakamkan, polisi tetap melacak.
Selasa, 20 Mei 2025, polisi mendapat info, orang terakhir yang bersama korban adalah Wahid, warga Kebumen. Wahid didatangi polisi, ketemulah motor korban di sana. Wahid diinterogasi polisi. Ia berbelit-belit.
Sementara itu, polisi memerintahkan kuburan Muhsan dibongkar, mayatnya diautopsi. Hasil autopsi, ditemukan organ dalam yang keracunan.
Wahid ditangkap, diinterogasi lebih intensif. Akhirnya ia mengakui, lalu menceritakan motif dan kronologi pembunuhan Muhsan itu.
Kasatreskrim Polres Kebumen AKP Yosua Farin Setiawan kepada wartawan mengatakan, tim Inafis polisi menemukan identitas korban melalui alat Inafis Portable System (IPS). ”Dari situ ketahuan identitas lengkapnya,” ungkapnya.
Hal yang membuat polisi curiga adalah motor dan HP korban lenyap begitu saja. Dan, dua barang itu berada di rumah Wahid.
Kasus tersebut nyaris tak terungkap. Warga di sekitar petilasan menduga, korban tewas tersambar petir. Sebab, itu pernah terjadi di sana. Padahal, jasad Muhsan sudah membusuk. Tak bisa dilihat, apakah ada bekas gosong tersambar petir.
Berdasar hasil penyelidikan, polisi menyatakan bahwa tersangka sudah menyiapkan racun potas sebelum bertemu korban. Polisi menjeratnya dengan Pasal 340 KUHP, pembunuhan berencana. Ancaman maksimal hukuman mati.
Pembunuhan yang nyaris jadi kejahatan sempurna itu mungkin sudah diperhitungkan tersangka. Ia tidak perlu repot-repot menghilangkan jasad korban. Sebab, ia paham bahwa wilayah itu jarang dilewati warga. Mungkin dianggap daerah angker.
Cuma orang dengan niat khusus yang datang ke sana. Dengan demikian, perhitungan tersangka, korban sudah membusuk saat ditemukan.
Kasus itu menggambarkan ironi. Korban adalah pendidik, tetapi percaya pada dukun pesugihan. Dukun jenis itu beda dengan dukun pengganda uang seperti terpidana Wowon, yang membunuh belasan orang korban (semuanya TKW dari luar negeri) karena protes kegagalan Wowon.