SEBAGAI mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi, saya selalu memiliki keinginan untuk merasakan langsung bagaimana dunia media bekerja. Kesempatan itu akhirnya datang ketika saya diterima magang sebagai editor video di Harian Disway. Sebuah media massa yang sudah lama saya kagumi. Bagi saya, ini bukan hanya soal pekerjaan sementara, tetapi merupakan pintu masuk untuk memahami industri media dari balik layar.
Proses magang saya dimulai dengan wawancara untuk menyesuaikan posisi yang sesuai dengan kemampuan dan minat saya. Setelah beberapa sesi wawancara, saya diterima sebagai editor video. Rasa bangga dan bahagia langsung muncul karena bidang ini adalah salah satu yang paling ingin saya pelajari lebih dalam. Saya ingin mengasah kemampuan dalam video editing sekaligus belajar langsung di lingkungan media profesional.
Tugas saya tidak sekadar menyusun potongan video. Saya juga harus menyesuaikan durasi, menambahkan teks, transisi, latar suara (backsound), dan efek visual lainnya agar video terlihat hidup dan mudah dipahami.
Saya menggunakan aplikasi CapCut sebagai alat utama editing. Awalnya saya ragu karena CapCut dianggap aplikasi yang sederhana. Namun ternyata sangat mendukung proses kreatif dan efisien dalam menghasilkan konten berkualitas untuk publikasi.
BACA JUGA:Keseharian Peserta Magang sebagai Content Writer Polhukam di Harian Disway
BACA JUGA:Pengalaman Magang dan Asyiknya Menjadi Content Writer di Harian Disway
Tapi dari sudut pandang pengembangan keterampilan, saya melihat ada kekurangan dalam program magang ini. Selama proses magang, saya tidak mendapatkan pelatihan atau pengenalan terhadap perangkat lunak editing lain yang lebih profesional seperti Adobe Premiere Pro atau DaVinci Resolve.
Padahal, kemampuan menguasai berbagai perangkat lunak editing merupakan bekal penting di dunia kerja yang menuntut fleksibilitas dan kualitas teknis yang lebih tinggi. Penggunaan CapCut memang cukup untuk kebutuhan konten digital harian, tetapi keterbatasannya bisa menjadi penghalang dalam eksplorasi teknik editing yang lebih kompleks.
Salah satu pengalaman paling berkesan adalah ketika saya diberi tanggung jawab untuk mengedit liputan kunjungan mahasiswa dari luar kota ke kantor Harian Disway. Saya harus menangkap momen-momen penting dan menyusunnya menjadi video berdurasi singkat yang tetap menarik dan informatif. Selain itu, saya juga pernah mengedit konten dari acara Disway News House, di mana berbagai tokoh penting hadir sebagai narasumber. Menyusun footage dari berbagai sudut pengambilan gambar menjadi video utuh yang layak tayang adalah tantangan tersendiri. Tetapi sangat memuaskan.
Halimah (kiri) bersama Devia Nafasya (kanan) dan Pemred Harian Disway Doan Widhiandono.-Dokumen Pribadi-
Tak hanya duduk di ruang editing, saya juga beberapa kali ikut turun langsung ke lapangan untuk meliput. Salah satunya pertandingan Persebaya di Stadion Gelora Bung Tomo. Suasana stadion yang ramai dan dinamis memberikan pengalaman baru bagi saya dalam pengambilan gambar secara langsung di lapangan.
Selain itu, saya juga terlibat dalam produksi konten kolaboratif untuk program Insider, bekerja sama dengan tim grafis dan tim brief. Kolaborasi ini tidak hanya memperluas wawasan saya mengenai kerja tim dalam dunia media digital yang multitugas, tetapi juga memberi kesempatan untuk mengunjungi berbagai tempat menarik di Kota Surabaya untuk pembuatan konten.
Pengalaman magang ini sangat berharga. Saya tidak hanya belajar soal teknis editing, tetapi juga memahami bagaimana kerja tim redaksi, pentingnya tenggat waktu (deadline), dan bagaimana setiap konten harus relevan serta layak tayang.
Halimah (depan, tengah) bersama mahasiswa magang MBKM Untag Surabaya di Harian Disway.-Dokumen Pribadi-
Kritik saya satu-satunya adalah kurangnya pembekalan teknis pada perangkat lunak editing profesional yang seharusnya bisa lebih memperkaya kemampuan peserta magang. Namun secara keseluruhan, saya merasa lebih percaya diri untuk melangkah ke dunia kerja yang sesungguhnya. Terutama di industri media yang terus berkembang dan menuntut adaptasi cepat terhadap teknologi dan tren. (*)