HARIAN DISWAY – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof Dr Asep Nana Mulyana menyetujui penghentian penuntutan 6 perkara pidana melalui mekanisme keadilan restoratif atau restorative justice, Senin, 2 Juni 2025. Salah satunya perkara penyerobotan lahan di Bitung.
Tersangka Simon Rarungkuan diduga melanggar Pasal 167 KUHP karena menguasai rumah milik korban yang telah dibeli secara sah. Meski korban telah melayangkan tiga surat somasi, Tersangka tetap menolak menyerahkan rumah tersebut.
Kepala Kejaksaan Negeri Bitung Dr Yadyn, SH, MH, bersama timnya mendorong penyelesaian kasus ini lewat mekanisme damai. Tersangka akhirnya mengakui kesalahan dan meminta maaf. Korban juga menerima permintaan maaf dan meminta proses hukum dihentikan.
“Penghentian penuntutan ini kami ajukan karena telah ada perdamaian sukarela antara para pihak,” jelas Kajari Bitung.
BACA JUGA:Jampidum Menyetujui 4 Pengajuan Restorative Justice
BACA JUGA:10 Restorative Justice Disetujui Jampidum
Permohonan itu disetujui Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara dan disahkan dalam ekspose oleh JAM-Pidum. Selain Simon, lima perkara lain dari berbagai daerah juga disetujui untuk dihentikan.
JAM-Pidum menegaskan penghentian ini merujuk pada Peraturan Jaksa Agung RI Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor 01/E/EJP/02/2022. “Ini wujud kepastian hukum yang berkeadilan,” ujar Prof. Asep.
Restorative justice adalah pendekatan hukum yang mengedepankan pemulihan hubungan antara korban dan pelaku. Tujuannya bukan semata-mata menghukum, melainkan mencapai keadilan dan pemulihan bagi semua pihak. Mekanisme ini berlaku jika pelaku baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman hukumannya ringan, dan kedua pihak bersedia berdamai tanpa tekanan.
Dengan pendekatan ini, hukum tidak hanya menindak, tapi juga memulihkan. (*)