Pancasila sebagai Roh Pembangunan dan Identitas Bangsa: Refleksi dari Tanah Reog

Kamis 05-06-2025,07:33 WIB
Oleh: Sugiri Sancoko*

Menilik realitas tersebut, Ponorogo telah membuktikan bahwa Pancasila bukan hanya narasi besar di panggung nasional, melainkan juga roh dalam pembangunan lokal. 

Dalam konteks ini, Pancasila bukan sekadar ideologis, tetapi juga praksis –berjalan dalam tindakan nyata, terwujud dalam tata kelola, dan tertanam dalam kearifan lokal.

Maka, memperingati Hari Lahir Pancasila tidak cukup hanya dengan upacara dan seremoni. Ia harus menjadi momentum epistemik untuk meredefinisi pembangunan bangsa yang tidak hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga pada pemajuan budaya, penguatan karakter, dan peneguhan nilai-nilai kebangsaan.

Dalam dunia akademik, konsep nation building seperti dijelaskan Benedict Anderson dalam Imagined Communities menyatakan bahwa bangsa adalah komunitas imajiner yang dibangun melalui simbol, narasi, dan ritual kolektif. 

Pancasila adalah salah satu simbol terkuat yang memungkinkan masyarakat Indonesia terus merasa sebagai satu bangsa. Maka, ketika Pancasila hidup di Ponorogo, sejatinya bangsa Indonesia sedang membangun dirinya sendiri.

Sudah saatnya kita tidak lagi menempatkan Pancasila sebagai wacana masa lalu, tetapi sebagai strategi masa depan. 

Dalam menghadapi krisis identitas, ekstremisme dan disrupsi digital, Pancasila harus menjadi perangkat etis dan politik dalam membangun resiliensi bangsa. 

Ponorogo, dalam hal ini, telah menjadi model mikro dari keberhasilan integrasi antara nilai, budaya, dan pembangunan.

Pancasila adalah Indonesia, dan Ponorogo adalah Pancasila yang hidup. (*)

*) Sugiri Sancoko adalah bupati Ponorogo.

 

 

Kategori :