Rasulullah kemudian memasuki Kota Makkah dan menguasai kota tanpa meneteskan satu tetes darah pun. Belum pernah dalam sejarah dunia ada penaklukan yang sedemikian besar dan penting tanpa jatuhnya setetes darah pun.
Sebagai perbandingan, revolusi Prancis 1799 yang menjadi tonggak lahirnya demokrasi dan sistem republik menelan korban 40 ribu nyawa. Raja Louis XVI dan Maria Antoinette tewas dipenggal di bawah guillotine. Pemimpin revolusi Maximillien Robersiperre sendiri akhirnya mati dipenggal di bawah guillotine.
Revolusi komunis di Rusia 1912 menelan korban puluhan juta karena terjadinya perang saudara. Dibandingkan dengan dua revolusi itu, penaklukan Makkah sebagai tonggak revolusi kemenangan Islam adalah sebuah clean sheet.
Ketika menaklukkan Makkah, Rasulullah tidak melampiaskan dendam. Ia memberikan orasi politik. ”Barang siapa berlindung di rumah Abu Sufyan, ia aman. Barang siapa menutup pintu rumahnya, ia aman. Barang siapa berlindung di Masjidilharam, ia aman.” Maka, penduduk Makkah berbondong-bondong masuk Islam.
Dua tahun setelah fathu Makkah, Rasulullah melaksanakan ibadah haji. Sebanyak 150 ribu umat Islam mengikuti ibadah itu. Haji tersebut sekaligus disebut sebagai haji wadak, haji perpisahan Rasulullah.
Pada saat haji itulah turun ayat terakhir: ”Pada hari ini Aku sempurnakan kepadamu agamamu, dan Aku cukupkan kepadamu nikmatku, dan Aku ridhoi Islam sebagai agamamu” (Q.S. Al-Maidah ayat 3). Tiga bulan setelah berhaji, Rasulullah wafat.
Ibadah haji yang dijalankan Rasulullah adalah lambang persatuan seluruh kekuatan umat Islam, dipandu kepemimpinan Al-Qur’an dan hadis. Bersatu padu melawan kekuatan kafir jahiliah yang menjadi musuh utama.
Hari ini (6 Juni 2025) jutaan umat Islam dari seluruh dunia berkumpul di Masy’aril Haram, melakukan napak tilas perjalanan haji Rasulullah 15 abad yang silam. Hari ini seharusnya umat Islam sudah menjadi kekuatan dunia yang merdeka dan bebas dari cengkeraman penjajahan jahiliah modern.
Dengan kekuatan dunia Islam yang masif sekarang ini, dengan meneladani semangat Perjanjian Hudaibiyah, fathu Makkah, dan perjalanan haji Rasulullah, seharusnya umat Islam bisa melakukan rekonstruksi ulang dan melakukan ”fathu Palestina”, tanpa harus menjatuhkan setetes darah pun.
Semangat tauhid dan kepemimpinan yang dipandu oleh ”kitabullah dan sunah Rasulullah” akan memberikan inspirasi untuk mengulangi revolusi damai itu. (*)
*) Penulis menyampaikan artikel ini dalam khotbah Iduladha 1446 Hijriah di Masjid Ummul Mu’minin, Surabaya.