Sorenya ia naik sepeda balik ke sana lagi. Mengambil bungkusan tersebut. Katanya, si bocah masih bergerak. Bungkusan ia masukkan ke keranjang lagi. Sepeda dikayuh menuju kawasan sepi orang, Jalan MAN Model, Singkawang. Lalu, bungkusan dibuang ke semak.
Kamis pagi, 12 Juni 2025, polisi intensif mengolah TKP, rumah Riska, yang berarti dekat rumah Uray. Saat tim polisi menyelidiki area sekitar situ, Uray keluar rumah melihat polisi. Hatinya dag-dig-dug.
Kamis tengah malam, 12 Juni 2025, Uray mengambil bungkusan plastik itu. Katanya, sudah bau busuk. Lalu, bungkusan ia bawa, balik lagi ke area pemakaman Yasti. Hendak dibuang ke tengah area makam. Namun, ia melewati masjid itu sehingga ia buang jasad itu di halaman masjid, tanpa plastiknya.
Apa motifnya? Uray kepada polisi mengatakan, ia dendam kepada Riska karena pernah dihina.
Kasatreskrim Polres Singkawang AKP Deddi Sitepu kepada wartawan mengatakan, ”Maksud tersangka, dengan menculik bocah itu, pasti Riska bakal disalahkan. Sehingga dendam tersangka terlampiaskan.”
Mengapa dibuang ke masjid? Jawaban tersangka tidak rasional. Bisa dianggap menghina umat beragama. Sehingga polisi berniat mendatangkan psikolog.
Niat polisi itu karena dua hal. Pertama, jawaban tersangka soal lokasi pembuangan akhir jenazah tidak rasional. Kedua, motif utama kurang logis. Masak, gegara dihina Riska, lalu tersangka membunuh Rafa? Mengapa tidak membunuh Riska?
Namun, berdasar penyidikan lanjut, diketahui bahwa penculikan-pembunuhan itu sudah direncanakan. Polisi menilai, tersangka melakukan perencanaan dengan teliti. Nyaris tak terlacak. Uray sengaja membeli karung plastik untuk itu sebelum pelaksanaan.
AKP Deddi: ”Lagi pula, baju yang tersangka kenakan saat membawa korban rangkap dua lapis. Artinya, setelah tersangka dari TKP pembuangan korban, ia kemudian berganti baju.”
Juga, ketika warga berupaya mencari Rafa, ternyata Uray ikut mencari. Sosok Uray saat ikut mencari kebetulan terekam kamera HP warga dan diunggah di medsos. Tampak di sana, Uray bersama puluhan warga pada Selasa malam, 10 Juni 2025, sibuk mencari. Uray malah menunjuk-nunjuk ke arah genting rumah warga.
Uray pandai bersandiwara. Bahkan, mengecoh ke arah genting.
Dengan logika tersangka itu, juga berdasar keterangan beberapa saksi, antara lain, ketua RT setempat, Uray tidak punya riwayat gila. Sehari-hari ia normal. Cuma belum menikah.
Polisi menjeratnya dengan Pasal 80 ayat 3 juncto Pasal 76 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara. Juga, Pasal 338 KUHP, pembunuhan. Ancaman 15 tahun penjara.
Polisi kini mempertimbangkan kemungkinan Pasal 340 KUHP, pembunuhan berencana. Ancaman maksimal hukuman mati.
Perbuatan tersangka tergolong sadis. Motifnya pun tidak rasional. Tidak ada kesalahan korban dan keluarga korban terhadap pelaku. Bayangkan, betapa hancur hati keluarga korban. Polisi masih menyidik lebih lanjut.
Pertanyaannya, bagaimana polisi menduga Uray sebagai pelaku?