BACA JUGA:Iran Hujani Tel Aviv dengan Rudal, Israel Bersumpah Hancurkan Fasilitas Nuklir
Lebih jauh, program nuklir Iran dipandang Israel dan banyak negara Barat sebagai ancaman eksistensial. Dalam kerangka Clausewitz, hal tersebut adalah bentuk tertinggi dari strategi agar pihak lain tunduk sebelum peluru ditembakkan. Iran seolah mengirimkan pesan: kami siap, kami kuat, dan kami tidak akan mundur.
ISRAEL: SURVIVAL DAN SUPREMASI MILITER
Di sisi lain, Israel juga mempunyai filosofi yang sederhana, tetapi sangat kuat: survival. Dikelilingi negara-negara yang pernah atau masih memusuhinya, Israel mengembangkan salah satu kekuatan militer paling canggih di dunia.
Dalam hal ini, termasuk kemampuan nuklir yang tidak pernah mereka akui secara resmi.
Israel melihat Iran sebagai ancaman eksistensial, bukan sekadar rival geopolitik. Dalam perspektif Israel, membiarkan Iran mengembangkan kekuatan tanpa batas berarti membuka jalan bagi potensi kehancuran Israel sendiri. Atas dasar itu, Israel menggunakan semua instrumen kekuatannya.
BACA JUGA:Enam Orang Ilmuan Nuklir Iran Terbunuh dalam Serangan Israel, Khomeini Bersumpah Akan Membalas
BACA JUGA:Solidaritas dengan Palestina, Milisi Houthi Ikut Serang Israel
Di antaranya adalah serangan udara terhadap Iran dan Hizbullah di Suriah. Sabotase fasilitas nuklir Iran. Juga, pembunuhan ilmuwan Iran dan kampanye diplomasi agresif untuk mendorong sanksi internasional terhadap Teheran.
Israel ingin menegaskan kehendaknya: tidak akan ada tempat bagi kekuatan yang berpotensi mengancam eksistensinya. Bagi Israel, pencegahan harus aktif. Sebab, posisi pasif berarti kekalahan.
BENTURAN KEHENDAK: DI BALIK PERMUKAAN
Apa yang terjadi antara Iran dan Israel tidak hanya soal senjata, misil, atau operasi rahasia. Ini adalah perang kehendak yang berjalan pada berbagai lapisan. Mulai militer, diplomasi, ekonomi, hingga narasi ideologis.
Iran berusaha membangun ketahanan diri dan memaksakan pengaruhnya lewat proksi dan diplomasi tandingan melawan Barat.
Sementara itu, Israel, dengan jaringan global yang kuat dan dukungan dari Amerika Serikat, berupaya mengisolasi dan menekan Iran. Di antaranya, melalui sanksi ekonomi, operasi militer terbatas, dan perang informasi.
Perang yang terjadi bukan semata-mata tentang siapa yang lebih kuat, melainkan juga siapa yang mampu bertahan lebih lama. Clausewitz menyebutkan bahwa perang adalah tentang mematahkan kehendak lawan. Dengan demikian, Iran dan Israel akan terus bertarung di medan yang sama.
Dengan segala dinamika domestik dan tekanan internasional yang mereka hadapi, akan terus bertahan, menekan, dan mencari celah untuk memaksakan kehendaknya. Sampai kapan? Hanya Tuhan dan mereka yang tahu.