Mengapa Emosi Naik Turun Saat Pra-Menstruasi?

Kamis 19-06-2025,16:00 WIB
Reporter : Susi Laksmita Pratiwi*
Editor : Heti Palestina Yunani

HARIAN DISWAY - Perubahan suasana hati yang tiba-tiba, rasa mudah tersinggung, hingga menangis tanpa sebab jelas, semua ini kerap dialami sebagian besar perempuan menjelang atau saat menstruasi.

Fenomena ini, yang sering disebut sebagai mood swing pra-menstruasi, adalah pengalaman nyata yang dialami oleh jutaan wanita setiap bulannya. Lantas, apa sebenarnya yang menyebabkan roller coaster emosi ini? Jawabannya terletak pada fluktuasi kompleks hormon dalam tubuh wanita selama siklus menstruasi. 

Peran Hormon dalam Siklus Menstruasi


Interaksi hormon seperti estrogen dan progesteron berperan besar dalam mengatur perubahan emosi sepanjang siklus haid.--Aris Leoven

Siklus menstruasi wanita diatur oleh interaksi empat hormon utama: Estrogen, Progesteron, Follicle-Stimulating Hormone (FSH), dan Luteinizing Hormone (LH). Perubahan kadar hormon-hormon inilah yang menjadi pemicu utama mood swing pra-menstruasi.

BACA JUGA: Menstruasi Tidak Normal di Usia Muda? Bisa Jadi Gejala Menoragia

1. Fluktuasi Estrogen

Estrogen adalah hormon yang memiliki peran besar dalam mengatur mood dan kesejahteraan emosional. Hormon ini diketahui memengaruhi kadar neurotransmiter di otak, terutama serotonin (hormon kebahagiaan) dan dopamin (hormon kesenangan dan motivasi).

  • Fase Folikuler (Sebelum Ovulasi): Kadar estrogen meningkat. Ini seringkali membuat wanita merasa lebih energik, fokus, dan memiliki mood yang lebih baik.
  • Fase Luteal (Setelah Ovulasi dan Menjelang Menstruasi): Kadar estrogen mulai menurun drastis setelah ovulasi jika kehamilan tidak terjadi. Penurunan cepat ini bisa menyebabkan penurunan kadar serotonin dan dopamin di otak, yang kemudian memicu perasaan sedih, cemas, dan bahkan depresi ringan.

BACA JUGA: Mengenal 4 Fase Penting dalam Siklus Menstruasi

2. Peningkatan dan Penurunan Progesteron

Progesteron adalah hormon lain yang berperan penting. Kadar progesteron meningkat tajam setelah ovulasi (pada fase luteal) untuk mempersiapkan rahim menghadapi kehamilan.

Progesteron memiliki efek menenangkan, tetapi ketika kadarnya mulai turun menjelang menstruasi, ini dapat memicu gejala seperti kelelahan, bloating, dan perubahan suasana hati. 

Sindrom Pramenstruasi (PMS) dan Premenstrual Dysphoric Disorder (PMDD)


Gejala PMS umum terjadi, namun PMDD bisa lebih parah dan mengganggu aktivitas sehari-hari jika tidak ditangani dengan tepat.--Getty Images

Perubahan emosi yang ringan hingga sedang adalah bagian normal dari Sindrom Pramenstruasi (PMS) yang dialami hingga 75% wanita. Gejalanya biasanya muncul satu hingga dua minggu sebelum menstruasi dan menghilang tak lama setelah periode dimulai.

BACA JUGA: Bagaimana Fase Luteal dari Siklus Menstruasi Memengaruhi Tubuh Anda

Namun, bagi sebagian kecil wanita (sekitar 3-8%), gejala emosional ini bisa jauh lebih parah dan mengganggu kehidupan sehari-hari, yang dikenal sebagai Premenstrual Dysphoric Disorder (PMDD). PMDD ditandai dengan gejala seperti depresi berat, kecemasan parah, mudah marah ekstrem, dan perasaan putus asa, yang memerlukan penanganan medis lebih lanjut.

Mengelola Emosi yang Naik Turun


Gaya hidup sehat, teknik relaksasi, dan pencatatan siklus bisa bantu mengelola emosi menjelang menstruasi.--Getty Images

Meskipun fluktuasi hormon adalah hal alami, ada beberapa strategi yang dapat membantu mengelola mood swing pra-menstruasi.

  • Diet seimbang (kaya serat, rendah gula olahan), olahraga teratur, dan tidur yang cukup sangat penting.
  • Manajemen stres melalui teknik relaksasi seperti yoga, meditasi, atau mindfulness dapat membantu. 
  • Mengonsumsi suplemen seperti magnesium, Vitamin B6, atau Evening Primrose Oil dapat membantu beberapa wanita, namun konsultasi dengan dokter tetap dianjurkan.
  • Pantau siklus dengan mencatat gejala emosional untuk membantu mengidentifikasi pola dan mempersiapkan diri.
  • Berbicara dengan teman, keluarga, atau pasangan tentang apa yang dirasakan dapat meringankan beban.
  • Jika gejala sangat mengganggu, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan dokter atau ginekolog untuk mendapatkan diagnosis dan pilihan penanganan yang lebih spesifik, termasuk terapi atau obat-obatan jika diperlukan.
Kategori :

Terkait