(SUDAH) Cerita Diaspora oleh Mushonnifun Faiz Sugihartanto (10): PhD Antirasan-rasan

Minggu 22-06-2025,09:00 WIB
Reporter : Mushonnifun Faiz S *)
Editor : Heti Palestina Yunani

Di Finlandia inilah yang saya rasakan benar-benar konsep merdeka belajar sesungguhnya. Yang seperti apa itu?

Sebagai mahasiswa PhD, kita bisa mengambil mata kuliah di universitas mana pun di Finlandia, ahkan beberapa di negara lain di Eropa, mengikuti kebutuhan riset kita. Misal dalam kasus saya, mata kuliah yang benar-benar wajib hanya satu kredit (research ethics), sisanya terserah kita dan juga supervisor, karena mata kuliah seyogianya harus mendukung riset S3. 

Tentu saja tetap ada mata kuliah yang bersifat semiwajib karena direkomendasikan supervisor untuk diambil. Untuk business school di Finlandia, ada asosiasi yang bernama Kataja, yaitu asosiasi yang menaungi program doktoral di business studies yang ada di Finlandia.


Bersama thesis supervisor, Anna Aminoff, seusai progress meeting yang dilakukan setiap tiga mingguan.--Mushonnifun Faiz S

BACA JUGA:Cerita Diaspora oleh Mushonnifun Faiz Sugihartanto (6): It is Our Dream

Asosiasi ini menyelenggarakan mata kuliah bersama. Dalam satu kelas saya bisa terdapat mahasiswa S3 dari berbagai universitas dan lintas disiplin dalam rumpun ilmu bisnis, manajemen, dan ekonomi.

Biasanya, sejak mendekati akhir tahun, daftar mata kuliah yang ditawarkan di tahun selanjutnya sudah ada. Jadi, kita bisa benar-benar merencanakan akan ambil mata kuliah apa, dan di mana. 

Misalnya, di semester pertama saya mengambil mata kuliah Kataja Current Topics and Methodology in Supply Chain Management di Aalto University, pada semester kedua saya mengambil mata kuliah Kataja Qualitative Methodology dan mata kuliah Theories of Business and Research in Sustainability di University of Turku.

Nanti, kredit tersebut tinggal dimasukkan ke dalam SISU atau sistem informasi mahasiswa di Finlandia. Hampir semua universitas di Finlandia menggunakan sistem tersebut sehingga begitu mudah datanya terintegrasi dan sangat simpel untuk memasukkan mata kuliah yang saya ambil dari universitas lain untuk ditransfer ECTS-nya ke universitas saya. 

Demikian pula profesornya yang memberikan kuliah benar-benar yang pakar di bidangnya. Sehingga tidak mungkin ada case seperti di Indonesia yang ketika mengajar di universitas, seorang dosen harus menjadi bisa mengajar semua mata kuliah, hehehe. 

BACA JUGA:Cerita Diaspora oleh Mushonnifun Faiz Sugihartanto (7): Melintasi Singapura dan Turki

Proses tranfer kredit juga sangat mudah. Saya tinggal mengunggah transkrip dan bukti persetujuan dari degree supervisor saya ke sistem. Selanjutnya di-approve oleh coordinator program doctoral.

Sehingga tidak serumit transfer SKS MBKM di Indonesia seperti butuh logbook, laporan, match-up mata kuliah, pakta integritas, dan lainnya, yang mungkin membuat mahasiswanya merdeka, tapi dosennya malah tidak merdeka. 

Ada lagi yang menarik terkait dengan hubungan dengan supervisor. Kolegialitas di sini benar-benar diterapkan. Misal untuk memanggil kolega, tidak perlu panggilang ”Prof”. Cukup panggil dengan nama langsung.

Saya bercerita kepada Anna Aminoff, thesis supervisor, jika di Indonesia kita masih sangat hierarkis. Supervisor serasa harus benar-benar dihormati. Tapi di sini tidak, mereka layaknya teman kerja. 

Misal, dalam konteks penulisan paper, supervisor saya menyampaikan, di sini, jika saya mencantumkan nama supervisor dalam paper, maka supervisor harus ikut menulis dan ikut berkontribusi dalam artikel tersebut. Kontribusi yang signifikan dan benar-benar ikut menulis. Jadi tidak ada istilah ”nitip nama”, atau ”kan ini supervisor, jadi namanya harus ada”. 

Kategori :