Letak rumah kos Tjokroaminoto kurang lebih 10 meter di sebelah selatan rumah Percetakan Peneleh. Itulah kisah yang diimajinasikan dari keterangan M. Azhari, cucu Zen, yang saat ini menjadi pengelola Toko Buku Peneleh.
BACA JUGA:Seri Sang Putra Fajar (5): Rumah Mewah Keluarga Soekeni?
“Ketika itu Bung Karno sedang ada acara di kantor Gubernur Jawa Timur. Pulang dari sana, beliau ingin mampir ke rumah kosnya saat remaja. Saat melihat Rumah Percetakan buka, beliau menyempatkan berkunjung,” ujarnya. Ia mendengar semua kisah tentang pertemuan tak terduga itu dari kakek dan kedua orang tuanya.
Foto Bung Karno dan Zen hingga kini masih terpampang di dinding toko. Tampak Sang Proklamator sedang tersenyum sembari menunjuk sesuatu.
Zen, pendiri sekaligus pengelola pertama itu tampak tersenyum juga. Tertulis pula keterangan tanggal beserta waktu kedatangan Presiden.
BACA JUGA:Seri Sang Putra Fajar (4): Saja Arek Soerabaia
Di sudut kiri bawah terpasang foto kecil. Menunjukkan kondisi bangunan tersebut pada masa lalu. Terbaca tulisan: Pertjetakan Peneleh. Kini, tulisan itu telah dihapus dan diganti: Toko Buku Peneleh.
Untuk memfasilitasi kegiatan literasi Muhammadiyah, Zen membuka usaha percetakan. Karena terletak di gang VII Peneleh, ia menamakannya “Pertjetakan Peneleh”. Nama itu terpampang pula di atap bangunan.
Usaha Zen memudahkan para penulis dari kalangan Muhammadiyah untuk menerbitkan buku. Tak perlu jauh-jauh mencari penerbit atau bekerjasama dengan penerbit milik kolonial pada masa itu. Muhammadiyah Surabaya telah mandiri dengan usaha percetakan milik kalangan mereka sendiri.
BACA JUGA:Seri Sang Putra Fajar (3): Hadirkan Spirit Bung Karno dengan Napas Digital
Risalah Tauhid dan Sjirik, buku karya KH Mas Mansoer yang hingga saat ini ada di Toko Buku Peneleh.-Rizal Hanafi-HARIAN DISWAY
Sering pula Zen mencatat khotbah para tokoh-tokoh besar Muhammadiyah. Seperti K.H Mas Mansoer, kemudian menuliskannya ulang dan mencetaknya dalam bentuk buku.
Sayang, karya-karya asli terbitan Percetakan Peneleh hanya tinggal beberapa saja. Sebagian besar telah dibeli orang. Khususnya warga Muhammadiyah atau para pelajar yang menekuni keilmuan Islam.
“Tahun 2000-an ada orang Ponorogo membeli buku asli terbitan kami dalam jumlah besar. Tapi dari sekian banyak, ada satu buku karya K.H Mas Mansoer yang tersisa,” ujar Muhammad, karyawan toko.
BACA JUGA:Seri Sang Putra Fajar (2): Tumpeng yang Bikin Gemetar
Kemudian ia menunjukkan salah satu karya tokoh yang pernah jadi ketua umum PP Muhammadiyah pusat itu. Judulnya: Risalah Tauhid dan Sjirik.