Saat Udara Tak Lagi Bersahabat: Apa yang Harus Dilakukan Ketika Hidup di Tengah Polusi?

Jumat 08-08-2025,10:48 WIB
Reporter : Pingki Maharani*
Editor : Heti Palestina Yunani

BACA JUGA: Awas Hari Ini Tilang Uji Emisi Mulai Berlaku, untuk Tekan Polusi Udara

Salah satu langkah terpenting adalah menghindari paparan langsung dengan mengurangi aktivitas luar ruangan ketika indeks kualitas udara sedang tinggi.

Dalam situasi yang tidak bisa dihindari, penggunaan masker dengan standar filtrasi tinggi seperti N95 atau KN95 menjadi pilihan terbaik.

Penelitian yang dimuat dalam jurnal Environmental Health Perspectives tahun 2020 menunjukkan bahwa masker jenis ini efektif dalam menyaring partikel halus dan mengurangi paparan langsung terhadap PM2.5.

BACA JUGA: Waduh, Polusi Udara Ternyata Bisa Memperpendek Usia: Studi Kasus India

Di dalam rumah, sirkulasi udara yang baik dan penggunaan alat pemurni udara juga dapat membantu mengurangi konsentrasi partikel berbahaya.

Sebuah studi dari Harvard School of Public Health menunjukkan bahwa penggunaan air purifier dengan filter HEPA mampu menurunkan kadar partikel PM2.5 dalam ruangan hingga lebih dari 70 persen, terutama pada rumah yang berada di kawasan urban padat.

Selain perlindungan dari luar, tubuh juga perlu diperkuat dari dalam. Konsumsi makanan yang kaya akan antioksidan seperti buah-buahan, sayur berdaun hijau, serta kacang-kacangan dapat membantu melawan stres oksidatif akibat polusi udara.

BACA JUGA: Jawab Tantangan Polusi Udara, Untag Surabaya Kukuhkan Aktivis Peduli Lingkungan

Studi dari University of California pada tahun 2018 menemukan bahwa orang dewasa yang mengonsumsi makanan kaya antioksidan memiliki respons inflamasi yang lebih rendah ketika terpapar udara kotor dalam jangka panjang.

Namun, perlindungan pribadi tidaklah cukup tanpa didukung perubahan struktural. Pemerintah dan masyarakat perlu bekerja sama untuk mendorong regulasi yang lebih tegas terhadap emisi industri, mengembangkan transportasi publik yang bersih, serta menghentikan praktik pembakaran terbuka.

Gerakan sipil seperti #BersihkanUdaraJakarta yang didukung oleh lembaga seperti Greenpeace dan WALHI menjadi bukti bahwa tekanan publik dapat membawa dampak dalam mempengaruhi arah kebijakan.

BACA JUGA: Polusi Udara Memburuk, Menkes: Pasien ISPA Tembus 200 Ribu Orang

Dalam kehidupan sehari-hari, udara adalah hal yang paling dekat dengan manusia, tapi sering kali paling diabaikan. Kita bisa memilih apa yang dimakan atau diminum, tetapi udara masuk ke tubuh tanpa bisa disaring oleh kemauan.

Ketika tinggal di lingkungan dengan udara yang tercemar, bertahan hidup tidak lagi cukup hanya dengan bertahan secara pasif. Butuh pengetahuan, kesadaran, dan tindakan nyata, baik secara individu maupun kolektif.

Udara yang bersih bukan sekadar hak istimewa, tetapi bagian dari hak asasi manusia. Maka dari itu, menjaga kesehatan di tengah udara kotor bukan sekadar soal gaya hidup, melainkan soal kelangsungan hidup itu sendiri. (*)

Kategori :