“Tunjangan khusus ini adalah bentuk apresiasi negara kepada tenaga medis yang berada di garis depan. Kita ingin mereka merasa dihargai dan tetap termotivasi untuk memberikan pelayanan terbaik, di mana pun mereka bertugas,” ujarnya.
Selain itu, Budi juga menyampaikan bahwa keberadaan tenaga medis di wilayah sulit tidak hanya soal ketersediaan fasilitas, namun juga mencakup kesejahteraan finansial bagi tenaga medis yang bertugas di daerah terpencil.
Kementerian Kesehatan juga akan menetapkan pemetaan kebutuhan nasional, guna menentukan wilayah yang berhak menerima tunjangan tersebut. Dengan fokus pada daerah yang kekuranfan tenaga medis dan memiliki akses terbatas.
Pemerintah juga meminta keterlibatan pemerintah daerah untuk ikut berperan dalam mendukung kebijakan tersebut. Terutama dalam hal penyediaan fasilitas pendukung, seperti tempat tinggal, transportasi, dan keamanan bagi para dokter.
Tak hanya soal tunjangan, tenaga medis yang bertugas di d wilayah 3T juga akan mendapatkan kesempatan untuk mengikuti pelatihan dan pengembahan karier.
Hal tersebut dilakukan agar mereka tetap bisa meningkatkan kemampuan dan profesionalisme, meskipun bertugas di daerah terpencil.
“Jangan sampai tenaga kesehatan yang kita tempatkan di pelosok justru terabaikan pengembangannya. Mereka harus tetap mendapat akses pelatihan dan pendidikan agar profesionalisme tetap terjaga,” tambah Budi.
Budi berharap dari kebijakan tersebut dapat menarik minat tenaga medis muda untuk mengabdi di daerah-daerah yang membutuhkan. Sekaligus memperkuat sistem layangan kesehatan nasional yang adil dan merata. (*)
*) Mahasiswa magang dari Prodi Sastra Indonesia Universitas Negeri Surabaya