Polemik Fitur Pengenalan Wajah Massal di Inggris: Banyak Orang Merasa ’’Jadi Tersangka’’

Senin 25-08-2025,16:07 WIB
Reporter : Doan Widhiandono
Editor : Noor Arief Prasetyo

Di luar supermarket atau di tengah keramaian festival, jutaan wajah warga Inggris kini dipindai kamera pengenal wajah. Secara real time. Inggris pun menjadi satu-satunya negara Eropa yang menerapkan teknologi face recognition itu dalam skala besar.

SABTU, 23 Agustus 2025, di Notting Hill Carnival London, karnaval Afro-Karibia yang dipadati sekitar dua juta orang, kamera pengenal wajah dipasang di pintu masuk dan keluar. Polisi mengklaim targetnya jelas: menemukan buronan yang bersembunyi di kerumunan.

Sistem kecerdasan buatan (AI) itu mencocokkan wajah di lapangan dengan ribuan data tersangka di database kepolisian.

“Alat ini efektif. Sejak awal 2024, teknologi ini membantu kami melakukan lebih dari 1.000 penangkapan di area rawan kriminal,” ujar Kepala Kepolisian Metropolitan Mark Rowley.

BACA JUGA:Klasemen Liga Inggris Pekan 1: Man City di Pucuk, Man Utd di Papan Bawah!

BACA JUGA:Sponsor Judi Kuasai Liga Inggris, Dipakai Lebih dari Separuh Tim!

Teknologi tersebut pertama diuji pada 2016. Namun lonjakan penggunaannya baru terasa dalam tiga tahun terakhir.

Menurut LSM Liberty, pada 2024 saja ada 4,7 juta wajah dipindai. Catatan polisi: sejak Januari 2025, sistem itu dipakai sekitar 100 kali. Jauh melonjak dibanding hanya 10 kali dalam periode 2016–2019.

Polisi Inggris memang tak segan-segan menaruh kamera di titik massa. Misalnya, sebelum dua laga rugby Six Nations, di konser Oasis di Cardiff pada Juli 2025, hingga saat penobatan Raja Charles III tahun lalu.

Cara kerjanya sederhana. Begitu orang di dalam “watchlist” melintas, kamera yang biasanya dipasang di mobil van polisi langsung memberi sinyal. Identitas diverifikasi. Tersangka bisa segera diamankan.


MOBIL PENGAWAS milik polisi Inggris ini dilengkapi dengan kamera berfitur pengenalan wajah. Ini mobil yang disiagakan di sekitar Istana Buckingham saat penobatan Raja Charles III, 6 Mei 2023.-WILL EDWARDS-AFP-

Namun bagi pengkritik, cara itu mengubah lanskap sosial. “Ini memperlakukan kita semua seperti bangsa tersangka,” seru organisasi Big Brother Watch.

Rebecca Vincent, direktur interim lembaga itu, menambahkan, “Tak ada dasar hukum. Tidak ada pagar pembatas untuk melindungi hak kita. Polisi menulis aturannya sendiri.”

Sejatinya tidak hanya polisi. Jaringan ritel ikut memanfaatkan teknologi serupa. Supermarket dan toko pakaian, dengan alasan menekan melonjaknya kasus pencurian, menggunakan layanan Facewatch. Sistem itu membuat daftar orang yang dicurigai mencuri. Begitu mereka masuk toko, kamera memberi tanda.

Masalahnya: hampir tak ada informasi terbuka soal bagaimana data itu dipakai.

Kategori :