The Hunger Games (2012) juga sering diasosiasikan dengan semangat pemberontakan. Meski berbentuk fiksi distopia, film itu menyoroti perlawanan rakyat terhadap kekuasaan yang sewenang-wenang.
Sosok Katniss Everdeen dianggap sebagai ikon perlawanan yang berani melawan sistem yang menindas demi kehidupan yang lebih adil.
Tak jarang, simbol "salam tiga jari" dari film itu digunakan dalam aksi-aksi demonstrasi di Asia Tenggara. Termasuk di Thailand dan Myanmar.
BACA JUGA:9 Film Horor Indonesia yang Tayang September, dari Sekte Sesat Hingga Ilmu Pengasihan Maut
4. The Square (2013)
The Square (2013) merekam perjuangan rakyat Mesir saat Revolusi 2011, menjadi arsip sejarah sekaligus simbol kekuatan suara rakyat.--IMDb
Tidak hanya dari genre aksi atau distopia, film dokumenter internasional juga berperan penting. Contohnya, The Square (2013) yang merekam langsung perjuangan rakyat Mesir di tengah Revolusi 2011.
Film itu tidak hanya menjadi arsip sejarah. Tetapi juga pengingat bagaimana suara rakyat bisa mengguncang rezim yang berkuasa.
Kehadiran film-film tersebut menunjukkan bahwa sinema memiliki kekuatan besar dalam membentuk kesadaran kolektif. Pesan-pesan yang dibawa melalui visual dan narasi mampu melewati batas geografis, bahasa, dan budaya.
BACA JUGA:Wajib Tonton! 9 Film Hollywood yang Tayang September 2025, Ada Comeback Leonardo DiCaprio!
Bagi masyarakat yang menonton, film tersebut bukan sekadar cerita. Melainkan dorongan untuk bertanya: Apakah ketidakadilan yang digambarkan juga terjadi di sekitar kita?
Fenomena itu membuktikan bahwa film dapat menjadi jembatan antara seni dan gerakan sosial. Dalam situasi ketika suara rakyat sering dibatasi, film justru memberi ruang aman untuk menyuarakan kritik.
Tidak heran jika banyak aksi demo di berbagai negara kerap mengutip simbol, poster, bahkan dialog dari film-film populer yang membawa pesan perlawanan.
BACA JUGA:5 Fakta Tak Terduga Film Lebih dari Selamanya, Antara Lagu Lesti dan Dilema Cinta Sejati
Meski demikian, penting juga diingat bahwa film hanyalah perantara. Gerakan nyata tetap bergantung pada kesadaran dan keberanian masyarakat untuk bersuara. Film bisa menginspirasi, tetapi perubahan hanya terjadi jika ada tindakan nyata di lapangan.
Pada akhirnya, film luar negeri yang menyoroti demonstrasi dan perlawanan bukan hanya hiburan. Melainkan refleksi kehidupan sosial yang penuh ketidakadilan.
Dari layar bioskop, semangat itu meresap ke hati penonton, lalu melahirkan harapan akan dunia yang lebih adil.