Pada awalnya, fokus utama Hari Literasi Internasional memang pengentasan buta huruf agar setiap orang mampu memahami teks sederhana. Namun, perkembangan zaman membuat makna itu meluas.
Literasi kemudian dipahami secara fungsional, yakni sebagai keterampilan yang memungkinkan seseorang berpartisipasi aktif dalam kehidupan sosial dan ekonomi.
BACA JUGA:DJKI Hadirkan Perpustakaan Digital untuk Sebarkan Literasi Kekayaan Intelektual
BACA JUGA: Sekolah Rakyat di IKN, Tingkatkan Literasi hingga Kemampuan Bahasa Internasional
Kini, di era teknologi, literasi juga mencakup ranah digital, literasi media, dan literasi informasi. Tujuannya adalah membuat masyarakat mampu berpikir kritis, menyaring informasi, dan menjawab tantangan modernisasi.
Di Indonesia, tingkat melek huruf sebenarnya sudah tergolong tinggi, namun persoalan lain muncul: rendahnya minat baca.
Buku dan bacaan sering kali belum menjadi pilihan utama, kalah oleh gawai dan hiburan digital yang lebih instan.
BACA JUGA:7 Tip Memulai Kebiasaan Membaca yang Konsisten
BACA JUGA: Dari Excel ke APE: Upaya Peningkatan Literasi Digital dan Edukatif di IOM Sawotratap
Dalam kondisi ini, peran sekolah, perpustakaan, dan komunitas literasi menjadi sangat penting. Bukan sekadar penyedia fasilitas belajar, mereka juga menjadi ruang untuk memperkuat literasi masyarakat.
Di era digital seperti sekarang, literasi tak lagi sekadar soal bisa membaca dan menulis, melainkan juga kemampuan untuk memahami, mengolah, dan memanfaatkan informasi dengan bijak.
3. Relevansi
Literasi digital menjadi keterampilan penting agar seseorang mampu memilah mana informasi yang benar dan mana yang merupakan hoaks.
MELEK literasi digital pada era modern mutlak diperlukan untuk memahami, mengolah, dan memanfaatkan informasi dengan bijak. --iStock
BACA JUGA:Anda Suka Baca Buku? Rinci 5 Manfaatnya yang Positif
BACA JUGA: 5 Manfaat yang Bisa Diperoleh Anak Ketika Orang Tua Aktif Menjadi Teladan Dalam Literasi