Dunia Medsos Pengaruhi Hak Prerogatif Presiden

Sabtu 13-09-2025,07:00 WIB
Oleh: Yayan Sakti Suryandaru*

Maka, saat seorang presiden mengambil keputusan strategis berdasar arus opini yang rentan dimanipulasi dan berlandaskan emosi, bukan fakta, stabilitas pemerintahan bisa terancam. 

Keputusan yang seharusnya didasarkan pada pertimbangan keahlian, rekam jejak, dan visi jangka panjang, kini seolah-olah tunduk pada popularitas sesaat di lini masa.

AGENDA KE DEPAN

Untuk keluar dari siklus keresahan itu, presiden memang harus kembali menegaskan hak prerogatifnya dengan strategi berbeda. Alih-alih menolak masukan publik, presiden bisa membuka ruang partisipasi yang konstruktif dan terstruktur. 

Presiden dapat membentuk saluran resmi seperti call center khusus untuk masukan kandidat menteri, menyediakan kode pos atau alamat surel khusus, atau membuat portal daring disertai verifikasi identitas untuk memberikan masukan. 

Dengan cara tersebut, masukan publik bisa disaring, dianalisis, dan dijadikan data berharga.

Pada akhirnya, keputusan tetap berada di tangan presiden. Masukan dari masyarakat, yang disalurkan melalui mekanisme terstruktur itu, dapat menjadi bahan pertimbangan dari para penasihat presiden, sekretaris kabinet, atau menteri koordinator di bidang terkait. 

Mengambil keputusan strategis dengan menyeimbangkan suara rakyat (yang terstruktur) dengan keahlian para teknokrat menjadi kunci untuk membentuk kabinet yang populis, kompeten, dan stabil. 

Dengan begitu, hak prerogatif presiden akan menjadi lebih kuat dan tepercaya, tidak lagi terombang-ambing gelombang digital yang tidak menentu. (*)

*) Yayan Sakti Suryandaru adalah dosen Departemen Komunikasi, FISIP, Universitas Airlangga, Surabaya.

 

Kategori :