Meski memiliki regulasi kuat, pelaksanaan Perda LP2B masih menghadapi sejumlah tantangan. Pertama, keterbatasan pemerintah daerah. Dari 38 kabupaten/kota, baru 16 yang menindaklanjuti perda provinsi dengan aturan lokal. Artinya, 22 daerah lain masih belum memiliki dasar yang kuat untuk melindungi lahannya.
Kedua, tekanan pembangunan. Pertumbuhan industri, infrastruktur, dan perumahan membuat konversi lahan sulit dikendalikan, meskipun sudah ada aturan yang melarang.
Ketiga, lemahnya pengawasan. Banyak alih fungsi lahan yang terjadi secara ilegal, sementara pengendaliannya tidak selalu konsisten.
Keempat, kepastian lahan cadangan pangan. Proses penyiapan LCPB membutuhkan koordinasi lintas sektor – pertanian, tata ruang, perumahan, hingga Badan Pertanahan Nasional (BPN). Proses ini kerap tersendat karena birokrasi yang rumit.
“Fraksi PDI Perjuangan mendorong agar perda ini tidak hanya menjadi dokumen, tetapi benar-benar dilaksanakan di lapangan,” paparnya. Pemprov harus lebih tegas, memberi sanksi kepada daerah yang lamban, sekaligus memberikan insentif bagi daerah yang progresif.
Hari Yulianto juga menegaskan bahwa kesejahteraan petani adalah ukuran keberhasilan pembangunan nasional. “Selama petani masih kesulitan pupuk, masih sulit menjual hasil panen dengan harga layak, maka tugas kita belum selesai. PDI Perjuangan berkomitmen memperjuangkan itu di parlemen,” jelasnya. (*)