Pertamina dalam keterangannya menyebut bahwa aset tersebut berasal dari nasionalisasi aset era 1950-an, saat negara mengambil alih perusahaan minyak asing.
Namun, seperti diingatkan banyak pakar, nasionalisasi bukan tiket otomatis untuk kepemilikan permanen. Setelah UU Pokok Agraria (No. 5/1960), semua tanah bekas eigendom harus dikonversi menjadi hak sah paling lambat 24 September 1980.
Jika tidak, tanah otomatis dikembalikan ke negara. Hingga kini, tidak ada dokumen publik yang menunjukkan bahwa Pertamina telah melakukan konversi hak atas lahan 1278.
Tidak ada HGB, tidak ada SK penggunaan, tidak ada sertifikat atas nama Pertamina. Yang ada hanyalah blokir administratif yang dikeluarkan belakangan, tanpa dasar hukum yang transparan.
"BPN harusnya paham akan hal ini, begitu juga Pertamina. Justru merekalah yang melanggar asas tata kelola yang baik, bukan warga yang taat bayar pajak dan pegang sertifikat," tegas Josiah.
Dampak dari klaim itu bukan cuma hukum, tapi juga ekonomi dan sosial. Transaksi properti di Darmo Hill beku. Warga tidak bisa balik nama, tidak bisa ajukan KPR, tidak bisa jaminkan rumah untuk usaha.
BACA JUGA:Sejarah dan Konflik Surat Ijo Surabaya: 4,2 Juta Meter Persegi Surat Ijo di Tanah Eigendom (10)
BACA JUGA:Kos-Kosan di Surabaya Harus Berizin? DPRD: Butuh Payung Hukum, Bukan Cuma Surat Edaran!
Developer besar seperti Ciputra Group dan PT Dharma Bhakti Adijaya juga terkena imbas. Mereka yang sudah menginvestasikan ratusan miliar, kini terancam macet karena calon pembeli enggan ambil risiko.
"Bayangkan, seseorang sudah siap beli rumah, uang DP sudah di tangan, eh tiba-tiba proses ditolak BPN karena ada blokir dari Pertamina," ujar Josiah. “Siapa yang rugi? Bukan hanya warga, tapi juga pasar properti Kota Surabaya.”
Tidak tinggal diam, Komisi C DPRD Surabaya berencana membawa masalah ini ke level nasional. Rencananya, mereka bersama warga akan mengunjungi Kementerian ATR/BPN, Kementerian BUMN, Danantara (Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup), dan Komisi VI DPR-RI
"Kami akan minta klarifikasi langsung. Kami juga akan ajak warga agar mereka bisa sampaikan keresahannya secara langsung," tegasnya.
Ia menegaskan, tujuannya bukan untuk konfrontasi, tapi untuk kepastian hukum. Josiah menambahkan, kalau mereka ingin BPN dan Pertamina tunjukkan bukti konkret. "Kalau tidak bisa, blokir harus dicabut," tandas Josiah. (*)