"Judulnya saja secara strategis mampu memprovokasi diskursus. Mengeksplor habis-habisan kata makian yang selama ini dianggap tabu dalam kesusastraan Indonesia," ujar Nanda.
Diskusi yang berjalan sekitar satu setengah jam itu menyoroti bagaimana diksi-diksi seksual yang digunakan oleh Indra.
BACA JUGA:Kelas Penulisan Prosa dan Puisi Teater Gapus Hadirkan Penyair dan Prosais Top
BACA JUGA:Begok Oner di ARTJOG 2025: Puisi dalam Reruntuhan, Cahaya dari Ingatan
Itu bukan hanya memberikan efek kejut bagi pembaca. Tetapi juga berfungsi sebagai metafora yang tajam di setiap konteksnya.
Perayaan re-birth Kitab Syair Diancuk Jaran karya Indra Tjahyadi juga diramaikan oleh Teater Institut Surabaya melalui penampilan teater mini berjudul Residu Kota.
Penampilan Teater Institut Surabaya dalam acara Cangkrukan Diancuk Jaran di Joglo Merah Putih pada 17/10/25.-Nazwarahma-HARIAN DISWAY
4 aktor yang bermain di dalamnya berhasil memvisualisasikan kehidupan sehari-hari rakyat selipan di Kota Surabaya. Hilman, Salma, Bima, dan Imee. Mereka bergantian memerankan sosok-sosok penghuni setia kota pahlawan itu.
Di momen tersebut, Surabaya bukan lagi berperan hanya sebagai nama sebuah kota metropolitan. Tetapi juga tempat tinggal, wadah bertumbuh, meratapi nasib, dan bercengkerama. (*)
*) Mahasiswa magang dari prodi Bahasa dan Sastra Inggris, Universitas Airlangga.