Ambisi yang lebih realistis dan cerdas adalah berdampingan dengannya, merebut hati segmen audiens yang mungkin mencari alternatif dari formula K-pop yang terkadang terasa sangat terstruktur.
Pesona J-pop yang sering kali lebih eklektik, eksperimental, dan terikat pada subkultur tertentu bisa menjadi daya tarik tersendiri.
Festival J-POP.ZIP adalah langkah pertama dalam membangun fondasi tersebut. Dengan menghadirkan pengalaman multiindera, dari listening box yang imersif hingga kuliner autentik, Jepang sedang berinvestasi dalam membangun hubungan emosional jangka panjang.
Tujuan utamanya tidak sekadar menjual album, tetapi menjual sebuah gagasan tentang Jepang modern. Sebuah kemenangan bagi J-pop di Korea mungkin tidak akan diukur dari tangga lagu, tetapi dari meningkatnya jumlah wisatawan, larisnya produk gim, dan tumbuhnya komunitas penggemar yang berdedikasi.
Dalam kerangka yang tercipta, keberhasilan J-pop tidak akan mengurangi keberhasilan K-pop. Keduanya bisa tumbuh bersama, menciptakan ekosistem hiburan Asia Timur yang lebih dinamis dan beragam.
Sebagai penutup, pertanyaan apakah J-pop siap menjajah Seoul mungkin harus dibingkai ulang. J-pop tidak datang dengan pedang, tetapi dengan sebuah undangan terbuka. Undangan tersebut ditujukan kepada audiens Korea untuk menemukan kembali pesona budaya pop Jepang yang sudah berevolusi.
Respons dari Korea pun bukanlah ketakutan, melainkan sambutan hangat yang penuh rasa percaya diri. Jadi, J-pop mungkin tidak siap melakukan penjajahan. Namun, J-pop jelas sudah sangat siap untuk memulai sebuah percakapan yang setara, menarik, dan saling memperkaya di panggung global. (*)
*) Teddy Afriansyah adalah mahasiswa magister kajian sastra dan budaya, Universitas Airlangga.