Layar yang Retak di Bulan Santri

Sabtu 18-10-2025,20:34 WIB
Oleh: Ady Amar*

BACA JUGA:Peringatan Hari Santri, Fahrur Rozi: Pendirian Ponpes Harus Kembali seperti Dulu

BACA JUGA:Hari Santri 2024, Khofifah Serukan Santri Jadi Garda Moral dan Penggerak Inovasi

Sementara itu, dunia pesantren pun perlu terbuka agar kritik yang jernih tak selalu terbaca sebagai penghinaan.

Sesungguhnya, kebebasan pers dan marwah pesantren tidak saling meniadakan.

Keduanya justru dua tiang yang menopang rumah yang sama: rumah kebangsaan.

Media menjaga nalar publik, pesantren menjaga nurani bangsa.

Bila keduanya saling menghormati, Indonesia akan berdiri di atas keseimbangan yang kokoh.

Permintaan maaf mungkin menjadi awal, tapi tidak cukup.

Yang lebih penting adalah keberanian untuk memperbaiki.

Jika Trans7 berkenan menayangkan ulang kisah pesantren dengan riset, empati, dan penghormatan, luka itu bisa sembuh.

Bagi para santri, inilah waktu terbaik untuk menunjukkan kelas spiritualnya: menjawab hujatan dengan ketenangan, menegakkan kehormatan tanpa kehilangan adab.

Marwah pesantren tidak akan runtuh hanya karena satu tayangan.

Ia telah berdiri berabad-abad di atas doa dan kesetiaan.

KH Anwar Manshur mungkin tak menonton tayangan itu.

Namun, beliau ”ditonton” setiap hari oleh murid-muridnya –lewat tutur lembut, lewat sabar yang panjang.

Barangkali, jika beliau bicara, kalimatnya hanya satu:

Kategori :