HARIAN DISWAY - Dunia mungkin tak akan kiamat karena asteroid atau perang nuklir. Bisa jadi, ia perlahan hancur karena satu hal yang sering kita abaikan: perubahan iklim ekstrem.
Peringatan itu kini datang bukan dari ilmuwan NASA atau aktivis internasional. Melainkan dari sekelompok mahasiswa Universitas Negeri Padang. Mereka merilis game karya mereka sendiri. Judulnya Galagak.
Dalam semesta yang diciptakan, kata "Galagak" adalah simbol bencana klimatologis yang tengah mendekat.
Pemain akan berperan sebagai Gala. Yakni seorang mahasiswa yang tiba-tiba mengetahui bahwa Galagak (bencana) karena perubahan iklim akan datang.
BACA JUGA:Halo: Campaign Evolved, Remake dari Gim Pertama Halo yang Bikin Fans Terbelah, Ini Alasannya
BACA JUGA:Assassin's Creed Shadows Akan Dapat Versi Nintendo Switch 2 pada Desember 2025
Satu-satunya cara mencegahnya adalah dengan membuat masyarakat percaya padanya. Misinya sederhana. Tapi terasa begitu relevan di dunia nyata.
Ia berusaha membuat orang peduli pada isu iklim di tengah masyarakat yang lebih sibuk dengan topik receh.
Mini game yang bisa dimainkan di dalam Galagak. --instagram
Galagak dikembangkan oleh Tim Balatrologi yang beranggotakan M. Zaky Novriansyah sebagai ketua, serta Jorieco Langit Prasetya dan Hamid Fadhlullah.
Mereka tak sekadar membuat game kampus untuk lomba. Tapi karya yang punya nilai budaya dan pesan lingkungan yang kuat.
BACA JUGA:Treyarch Umumkan Perubahan Besar pada Fitur Dexterity Perk di Call of Duty: Black Ops 7
BACA JUGA:Nintendo Direct 23 Oktober: Fokus Penuh untuk Kirby Air Riders
Yang membuat Galagak berbeda dari game edukasi pada umumnya adalah konsepnya. Game tersebut menggunakan roleplay deckbuilding sebagai sistem utama.
Pemain akan menggunakan kartu, yang dalam game itu disebut kato. Itu dari bahasa Minang yang berarti "kata".
Setiap kartu mewakili argumen, emosi, atau strategi komunikasi yang bisa digunakan untuk memengaruhi warga Padang dan Batusangkar. Agar mereka sadar bahaya perubahan iklim. Nantinya, pemain harus bisa meyakinkan masyarakat.
Ada dua akhir yang bisa didapatkan pemain saat berhasil meyakinkan mereka. Yakni saiyo (setuju) dan sangkal (menolak). Keunikan itu mencerminkan dinamika komunikasi di masyarakat yang beragam pandangan.
BACA JUGA:Review Game Jurassic Park Evolution 3, Bukan Sekedar Nostalgia!
BACA JUGA:Xbox Siapkan Konsol Generasi Baru, Hadirkan Pengalaman Sangat Premium
Dengan sistem deckbuilding itu, Galagak berhasil mengubah isu serius menjadi sesuatu yang terukur, interaktif, dan menyenangkan.
Pemain tak hanya membaca cerita seperti di visual novel. Tapi harus berpikir strategis, memilih pendekatan yang tepat, bahkan menyesuaikan gaya mainnya untuk mencapai hasil terbaik.
Ditambah lagi, berbagai mini-game di dalamnya membuat pengalaman bermain tak monoton. Karena itu, Galagak menghadirkan replay value yang tinggi.
Sentuhan lokal juga terasa sangat kuat. Dari bahasa, budaya, hingga karakter masyarakatnya, semuanya dirancang dekat dengan realitas Sumatera Barat. Tak heran jika publik langsung terpikat begitu trailer-nya dirilis.
BACA JUGA:Obsidian Rayakan 15 Tahun Fallout: New Vegas dengan Panel Spesial di Fallout Fan Celebration 2025
Di Instagram, video pendek Galagak mencatat 25,5 ribu like dan lebih dari 3 ribu re-post. Angka yang luar biasa untuk game indie buatan mahasiswa.
Banyak yang berpendapat bahwa game tersebut punya potensi besar. Pendapat itu seolah memberikan harapan pada Galagak.
Galagak diharapkan menjadi permainan yang mengingatkan siapa saja tentang iklim, manusia, dan tentang seberapa dalamnya keseriusan pencipta game terhadap karyanya.
Sebuah karya kecil yang berani menabrak arus. Mereka menggunakan cara yang menyenangkan namun bermakna. (*)