BEBERAPA HARI TERAKHIR dunia maya ramai membicarakan pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang menyinggung banyaknya pemerintah daerah (pemda) yang ”menimbun” uang di perbankan.
Berdasar data Bank Indonesia per 15 Oktober, terdapat 15 pemda dengan saldo besar. DKI Jakarta di posisi pertama dengan Rp14,68 triliun, disusul Provinsi Jawa Timur dengan Rp6,8 triliun.
Di media sosial, komentar pun meledak. Di warung kopi, obrolan mengalir seperti kopi tubruk pagi hari. ”Lha, gubernurnya ngapain aja? Dana segitu kok nganggur di bank?” tanya seorang warga yang baru selesai membaca berita dari ponselnya.
BACA JUGA:Transformasi Akuntansi Keuangan: Peran AI dalam Peningkatan Tata Kelola Keuangan Perusahaan
BACA JUGA:Korban Romance Scam Jadi Pelaku Pencucian Uang: Apakah Bisa?
”Katanya, rakyat butuh pembangunan cepat,” sahut yang lain, sambil mengaduk gula, dengan nada sinis.
Bagi sebagian warganet, uang di bank berarti pemerintah malas bekerja. Purbaya pun tampil seperti tokoh dari dunia legenda –barangkali mirip Gandalf fiskal, datang membawa tongkat pengingat dari pusat agar para pemimpin daerah tak tertidur dalam tumpukan kas daerah.
Namun, bagi Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur Adhy Karyono, dana Rp6,8 triliun itu bukan uang ”nganggur”. Dana itu, katanya, sedang berputar dalam sistem keuangan daerah –sebagai strategi fiskal menjaga stabilitas di tengah tekanan anggaran akibat berkurangnya transfer dari pemerintah pusat.
BACA JUGA:Putaran Uang Judol
BACA JUGA:Politik Uang
Masalahnya, dalam ruang publik kita, penjelasan semacam itu sering tak cukup menjawab kegelisahan. Publik menuntut gerak cepat. Setiap angka besar di laporan keuangan dianggap potensi keterlambatan, dan setiap keterlambatan dibaca sebagai ketidakpedulian.
Padahal, jika mau ditarik lebih dalam, persoalan ini bukan semata tentang anggaran. Ini tentang filsafat tindakan publik.
Setiap pemerintahan hidup dalam ketegangan abadi antara dua dorongan: hasrat untuk segera (voluntas agendi) dan kebijaksanaan untuk menunda (sapientia expectandi).
BACA JUGA:Ekosistem Baru Koperasi Keuangan
BACA JUGA:Fokus Literasi Ekonomi dan Keuangan Syariah