Ia menyerbu Masjid Al Noor di Christchurch dengan senjata semiotomatis. Di sana ia membunuh 44 orang. Aksinya berlanjut menyerang masjid kedua di pinggiran Kota Linwood, menewaskan tujuh orang lainnya.
Benarkah anak korban bullying bisa balas dendam, menjadi teroris?
Dikutip dari The Conversation, 16 November 2015, berjudul Fighting back may stop some children from being bullied, karya Karyn Healy, diungkapkan tentang perundungan anak.
Karyn Healy psikolog dari The University of Queensland, Brisbane, Australia. Dia konsultan psikologi anak dan remaja.
Healy: ”Jika anak Anda didorong-dorong temannya di sekolah, apakah Anda berharap anak Anda akan menerima pukulan dan mencari dukungan di kemudian hari atau melawan?”
Pertanyaan itu sangat sering dibicarakan orang tua yang punya anak. Menurut Healy, guru akan melarang anak yang di-bully membalas pem-bully. Namun, jika korbannya anak si guru, guru itu akan menganjurkan anaknya membalas. Sebab, itu bela diri.
Itu dua hal yang membingungkan. Mana yang sepatutnya dilakukan korban bullying?
Menurut Healy, jika korban tidak membalas (disebut pasif), ia akan menjadi korban bullying berkelanjutan.
Anak-anak yang melakukan perundungan dapat menargetkan korban itu tanpa takut akan pembalasan. Akibatnya, korban bakal di-bully lagi kelak.
Sebaliknya, jika korban membalas (disebut provokatif), ada dua jenis. Provokatif efektif dan tidak efektif.
Provokatif tidak efektif adalah pembalasan yang tidak efektif. Korban dan pelaku berkelahi dan korban kalah. Maka, korban bakal menjadi korban lagi di suatu hari nanti. Sama dengan korban pasif.
Provokatif efektif adalah korban yang membalas pelaku secara efektif. Mereka berkelahi dan korban menyerang pelaku secara habis-habisan. Akibatnya, pelaku bakal takut, tidak akan mengulangi mem-bully korban lagi.
Di artikel tersebut tidak disebutkan, apakah korban bisa balas dendam menjadi teroris? Tidak dipaparkan.
Jika benar pelaku peledakan di SMAN 72 adalah korban bullying yang balas dendam, balas dendamnya salah sasaran. Ia tidak menyasar anak pelaku pem-bully, tetapi secara acak kepada semua pelajar di sekolah tersebut.
Kasus itu menyangkut simbol agama yang sensitif bagi masyarakat Indonesia. Terkait SARA. Polisi belum mengumumkan identitas pelaku dan motifnya. Polisi bertindak hati-hati dalam menangani perkara tersebut. (*)