JAKARTA, HARIAN DISWAY – Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) menggelar webinar OKE KI dengan tema “Karya Berbasis Kecerdasan Buatan, Milik Siapa?” di Gedung DJKI, Senin 17 November 2025.
Forum ini membahas isu krusial seputar kepemilikan, perlindungan hak cipta, serta tantangan hukum yang muncul dari penggunaan kecerdasan buatan (AI) dalam proses kreatif.
Dua narasumber hadir memberi perspektif hukum dan regulasi. Yakni Praktisi Hukum dari Assegaf Hamzah & Partners Ari Juliano, serta Analis Hukum Ahli Muda DJKI Achmad Iqbal Taufiq.
Ari Juliano mengatakan generative AI telah mengubah paradigma penciptaan karya. Namun, perubahan itu menghadirkan pertanyaan fundamental: apakah karya AI bisa dilindungi hak cipta dan siapa yang berhak menjadi penciptanya?.
BACA JUGA:Dari Ide Menjadi Aset, DJKI–UI Perkuat Kolaborasi Inovasi Berbasis Kekayaan Intelektual
Praktisi Hukum dari Assegaf Hamzah & Partners Ari Juliano-Dok.istimewa-
Ia menilai hak cipta tetap mensyaratkan unsur orisinalitas dan kontribusi manusia. AI tidak memiliki inspirasi, imajinasi, maupun proses intelektual seperti manusia.
"Jika karya dibuat sepenuhnya oleh AI tanpa campur tangan signifikan manusia, maka tidak memenuhi definisi ciptaan," ujar Ari.
Ia juga memaparkan perbandingan kebijakan di berbagai negara. Seperti Amerika Serikat, Inggris, Uni Eropa, dan China.
Sebagian besar yurisdiksi tidak melindungi karya yang sepenuhnya dihasilkan AI. Namun ada kasus seperti putusan Li Yunkai di Beijing, yakni pengakuan terhadap karya AI karena adanya kurasi dan pengarahan intensif manusia.
BACA JUGA:DJKI Ingatkan Jangan Sembarangan Mutilasi atau Parodikan Film
BACA JUGA:DJKI Dukung Pelindungan Indikasi Geografis Produk Unggulan Kabupaten Tuban
Pada forum tersebut, Ari mengenalkan “Uji 4 Langkah” sebagai panduan menilai orisinalitas karya berbasis AI. Uji tersebut melihat apakah manusia membuat rancangan prompt, melakukan koreksi, memastikan karya masuk kategori Hak Cipta, serta menampilkan karakter pribadi penciptanya.
“Jika keempatnya terpenuhi, karya dapat dikategorikan sebagai AI-assisted dan tetap dapat dilindungi,” jelasnya.
Achmad Iqbal Taufiq menegaskan berdasarkan UU Hak Cipta, pencipta hanya dapat berupa manusia atau badan hukum. AI tidak dapat menjadi subjek hukum.