HARIAN DISWAY - Kementerian Kesehatan kembali menegaskan urgensi penanganan kesehatan mental di Indonesia setelah menemukan data terbaru yang menunjukkan tingginya angka depresi di masyarakat, namun tidak diimbangi dengan upaya pencarian bantuan yang memadai.
Direktorat Pelayanan Kesehatan Kelompok Rentan Kemenkes, Yunita Arihandayani, mengungkapkan bahwa sekitar 12,7 persen penduduk Indonesia diperkirakan mengalami depresi, mencakup berbagai tingkat keparahan. Meski demikian, hanya 0,7 persen dari jumlah tersebut yang datang ke fasilitas kesehatan untuk mendapatkan penanganan.
“Hanya 0,7 persen orang dengan gangguan cemas mencari pengobatan, sementara untuk pasien depresi jumlahnya 12,7 persen,” ujar Yunita, Minggu, 23 November 2025.
Menurut Yunita, selisih besar antara jumlah penderita dan mereka yang mengakses layanan menunjukkan adanya problema kesehatan mental yang sebagian besar masih tersembunyi. Ia menyebutkan beberapa faktor utama yang membuat masyarakat enggan mencari pertolongan profesional, di antaranya:
BACA JUGA:7 Cara Terapi yang Efektif untuk Menangkal Depresi
BACA JUGA:Wow! Ini 8 Khasiat Minum Kopi Tanpa Gula, Bisa Turunkan Berat Badan Hingga Cegah Depresi
1. Stigma sosial
Rasa malu dan takut dicap negatif membuat banyak penderita lebih memilih menyembunyikan kondisi mereka.
“Seseorang tidak mencari pengobatan ke ahlinya, seperti psikolog atau psikiater, takut dibilang ODGJ. Misalnya sering dibilang orang yang sedih terus, orang yang enggak punya semangat, dibilang kurang kuat iman,” jelas Yunita.
2. Terbatasnya akses layanan
Ketersediaan psikolog dan psikiater masih timpang antarwilayah, terutama di luar Jawa.
3. Kendala biaya dan persepsi rumitnya layanan
Walaupun BPJS mencakup pelayanan tertentu, sebagian masyarakat masih ragu terkait biaya dan proses administrasi.
4. Minim pemahaman mengenai depresi
Banyak yang tidak menyadari bahwa gejala yang dialami merupakan depresi dan dapat diobati.