HARIAN DISWAY - Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas) kembali angkat bicara terkait video lawasnya yang kembali beredar.
Video tersebut menampilkan momen ketika ia tengah berdebat dengan aktor Hollywood Harrison Ford soal kerusakan hutan di Taman Nasional Tesso Nilo.
Penjelasan tersebut disampaikannya melalui channel podcast di kanal YouTube Denny Sumargo.
Zulhas mengatakan, pertemuannya dengan Ford terjadi sekitar tahun 2009–2010, pada masa transisi awal reformasi ketika kewenangan daerah dan dinamika politik masih sangat cair.
Kala itu, ia diminta menerima kunjungan Harrison Ford yang sedang melakukan proses syuting film dokumenter bertema lingkungan. Zulhas pun ingin menjadikan pertemuan itu ajang dialog terbuka yang membahas persoalan kerusakan hutan, termasuk kondisi yang terjadi di Tesso Nilo.
BACA JUGA:Kondisi Terkini Bencana di Sumatera: 442 Orang Meninggal dan Ratusan Hilang
BACA JUGA:Banjir Bandang Sumatra Parah, Cak Imin Ajak Raja Juli hingga Bahlil untuk Taubat Nasuha
“Ada tamu terkenal namanya Harrison Ford. Saya diminta untuk menerima (kunjungan). Tapi saya justru ingin debat terbuka di depan media soal isu kerusakan hutan, termasuk Tesso Nilo,” ujar Zulhas dalam siniar Denny Sumargo tersebut.
Namun, rencana itu tidak pernah terlaksana bahkan hingga saat ini. Zulhas menyebutkan bahwa tim produksi telah menyiapkan format wawancara secara sepihak.
Saat ia tiba di ruang kerjanya, kamera sudah terpasang di berbagai sudut tanpa sebelumnya diberi kesempatan mengatur skema dialog.
“Begitu saya duduk, dia masuk dan ternyata itu shooting film. Tentu ada pahlawan dan ada penjahatnya, dan saya dianggap penjahatnya,” ungkapnya.
Potongan video yang viral itu, tegas Zulhas, tidak menampilkan jawaban lengkapnya, sehingga konteks sebenarnya hilang.
BACA JUGA:Presiden Prabowo Dampingi Warga Sumbar, Pastikan Bantuan dan Pemulihan Berjalan
BACA JUGA:16 Warga Ditangkap setelah Penjarahan Minimarket di Sibolga, Begini Kata Mendagri
Ia menyebut situasi Tesso Nilo saat itu tidak bisa diselesaikan hanya dengan instruksi kementerian karena negara masih berada dalam fase yang ia sebut sebagai “surplus demokrasi”.