Evolusi industri di Tiongkok memang berjalan cepat. Termasuk di jagat retail.
KAMIS pagi, 27 November 2025, bus yang kami tumpangi tiba di sebuah bangunan keperakan di dekat Stadion Nasional Tiongkok, Beijing. Bangunan itu tidak tinggi. Hanya satu lantai.
Beberapa dari kami, peserta China International Press Communication Center (CIPCC), sempat bertanya-tanya. Katanya, kami akan dibawa ke supermarket modern di Beijing. Tetapi, kok yang dikunjungi ’’cuma’’ toko?
Memang lokasinya asyik. Di dalam Beijing Olympic Park. Di areal yang bangunannya sangat tertata dengan jalan lebar dengan pohon-pohon dedalu (willow) yang daunnya berjuntai-juntai.
BACA JUGA:Siswa ITCC Raih Beasiswa ke Tiongkok (6): Siap Taklukkan Dunia Siber
Ternyata, Sp@ace 3.0, supermarket yang kami kunjungi itu tidak menjulang ke atas. Tetapi ke bawah. Ia terletak di lantai dasar gedung perbelanjaan milik grup Rainbow tersebut.
Begitu kami masuk, ritme ruangnya langsung berbeda. Tenang, rapi, tidak ada tumpukan agresif ala hypermarket. Sp@ce seperti ingin mengatakan sejak awal: kami tidak menjual banyak hal; kami menjual yang terbaik.
Di pintu depan supermarket, aroma bunga bercampur kesejukan AC. Bukan bunga plastik dekoratif. Tetapi bunga segar dari Yunnan. Dipajang dalam wadah-wadah plastik. Baik pot atau plastik pembungkus untuk buket.
’’Ini bunga sangat segar. Semua dipanen dan dikirim dalam waktu tidak sampai 24 jam,’’ kata staf supermarket yang memandu kunjungan kami.
UDANG HIDUP yang bisa langsung dipilih dan dibeli oleh pengunjung supermarket Sp@ace 3.0.-Doan Widhiandono-
Dan makin ke dalam, yang kami jumpai sangat beragam. Bahkan, kunjungan kami pagi itu seperti wisata kuliner. Hampir setiap langkah kaki selalu disambut makanan sampel. Beraneka rupa. Mulai kue tart, buah, sampai daging-daging panggang. Pas bagi beberapa dari kami yang memang belum sarapan…
Tak jauh dari bunga, rak buah, lokal dan impor, tersusun seperti galeri kecil. Buah-buah tropis yang biasanya disajikan di hotel, di sini menjadi objek belanja harian.
Dan semuanya berkualitas tinggi. Pamelo (jeruk bali)-nya manis. Nanasnya juicy, chery tomato-nya sampai nyemprot saat digigit. #eh…
Makanan kian berlimpah saat kami sampai di areal daging. Semua disajikan dalam porsi satu suap sebagai sampel. Mulai daging domba yang dipanggang langsung di depan kami. Hingga aneka olahan ayam dan bebek panggang.
BACA JUGA:Tiga Ibu Kota Kuno di Jalur Sungai Kuning: Menyusuri Jejak Peradaban Tiongkok dari Shang hingga Song
Ya, jika banyak supermarket ritel tradisional menonjolkan diskon, Sp@ce seperti menonjolkan kurasi. Setiap buah, setiap sayur, setiap potong daging terasa melalui proses seleksi. Ini membuat pengalaman berbelanja terasa seperti mengunjungi toko berkarakter butik. Bukan supermarket umum.
Semua pengalaman itu bukan muncul begitu saja. Sp@ce adalah manifestasi dari transformasi panjang Tianhong—retailer besar yang sejak 2013 menjalin kemitraan dengan Tencent.
Di tahun itu, Tianhong menjadi retail pertama yang punya custom WeChat service account. Itu adalah jalan untuk O2O (offline to offline) saat istilah itu bahkan belum populer.
Dua tahun kemudian, akun WeChat itu punya 2,5 juta pengikut. Dan aktivitas di media sosial itu mendatangkan lebih dari dua miliar kunjungan ke gerai-gerai fisik. Transformasi digitalnya bukan soal aplikasi atau e-commerce, tetapi soal membangun omnichannel yang bisa mengarahkan trafik digital kembali ke ruang fisik.
BUNGA SEGAR dari Provinsi Yunnan yang proses petik hingga penjualannya tidak sampai 24 jam.-Doan Widhiandono-
Itu sebabnya masuk akal ketika melihat Sp@ce begitu fokus pada kualitas produk fisik. Karena bagi Tianhong, digital bukan pengganti. Digital adalah mesin penguat—cara untuk memperbesar dampak toko itu sendiri.
Sistem membership mereka kini punya 18 juta anggota, 80 persen di antaranya digital. Artinya, setiap interaksi pelanggan—belanja bunga, mencicip pamelo, membeli daging panggang—langsung masuk ke sistem data besar. Dan itu membantu toko memahami perilaku konsumsi secara real-time.
Di sisi lain, back-end operasional juga berubah drastis. Menurut berbagai situs, Tianhong membangun aneka lapisan untuk digitalisasi SDM. Semua proses—rekrutmen, pelatihan, penjadwalan, hingga pengembangan talenta—terintegrasi dalam sistem digital yang mengatur hampir 20.000 karyawan.
Ketika meninggalkan toko, saya kembali melihat deretan bunga Yunnan di pintu masuk. Di Beijing yang dingin, bunga-bunga itu seperti datang dari belahan tropis yang bisa survive kualitasnya.
BACA JUGA:Festival Hanyi di Tiongkok, Tradisi Hangat untuk Mengenang Leluhur
BACA JUGA:Tiongkok Peringatkan Warganya Hindari Jepang Setelah Ketegangan Diplomatik Soal Taiwan
Di tengah retail yang gencar diskon, ekspansi, dan kampanye digital, Sp@ce justru membangun ruang yang kembali pada hal sederhana—kesegaran yang bisa dirasakan di tangan, manis yang bisa dicicip, dan kualitas yang bisa dilihat langsung. (*/bersambung)