PBNU Gonjang-ganjing, Dekatkanlah Yang Jauh

Kamis 11-12-2025,05:33 WIB
Oleh: Muhammad Turhan Yani*

Lalu, siapa yang akan memulai melakukan tabayun? Tampaknya hal itu menjadi tantangan tersendiri, baik bagi Syuriyah maupun Tanfidziyah PBNU. Sebab, biasanya terdapat perasaan siapa yang lebih tinggi maqom (kedudukan)-nya, lebih berpengaruh, dan seterusnya.

Terlepas dari siapa yang lebih dari segala-galanya, berdasarkan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD-ART) organisasi, apabila di antara pihak yang sedang terjadi miskomunikasi menginisiasi tabayun yang dilandasi mencari solusi dan titik temu, akan menjadi keluhuran yang paling berharga dan itulah keberanian yang paling nyata.

Tampaknya inisiatif tabayun sulit datang dari pihak masing-masing. Di situlah pentingnya kehadiran orang-orang yang dianggap independen, tulus, dan memiliki maqom yang berpengaruh (atsar) untuk mengislahkan (mendamaikan) kedua pihak yang mengalami miskomunikasi. 

Pihak itulah yang biasa disebut majelis tahkim (dewan yang bertugas mendamaikan secara bijaksana). 

Kehadiran majelis tahkim tersebut ditunggu untuk melakukan peran penting dan strategis agar persoalan di tubuh organisasi terbesar di Indonesia, bahkan di dunia, itu tidak berlarut.

Ketika tidak ada inisiatif, baik dari pihak yang sedang mengalami miskomunikasi maupun dari pihak lain yang independen, yang terjadi adalah persoalan makin meluas dan tidak terkendali. Apalagi, telah menjadi konsumsi publik di media sosial.

MENUNGGU WISDOM

Wisdom adalah sifat mulia yang menjadi tantangan bagi setiap insan (manusia) sebagai kekuatan moral dan spiritual yang dapat mengantarkan seseorang menjadi terhormat, baik di hadapan Tuhan maupun manusia. 

Wisdom dalam bahasa Inggris berarti kebijaksanaan dalam bahasa Indonesia. Dalam bahasa Arab, kebijaksanaan disebut al-hikmah.

Sifat wisdom/kebijaksanaan/al-hikmah yang menyatu dalam diri seseorang akan berdampak signifikan pada sikap dan perilaku mulia yang tidak hanya sebagai cermin pribadi seseorang, tetapi juga berdampak secara sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 

Siapa pun yang memiliki wisdom sesungguhnya telah memiliki kekuatan spiritual yang kokoh.

Di tengah ketidakharmonisan antara rais aam Syuriyah PBNU dan ketua umum Tanfidziyah PBNU, dampaknya merembet kepada antarfungsionaris, baik di jajaran syuriyah maupun tanfidziyah. 

Meski begitu, secara kultural, warga NU atau nahdliyin di luar struktural tetap seperti biasanya, baik-baik saja, tidak terpengaruh ketidakharmonisan yang terjadi di jajaran struktural.

Dalam konteks hubungan sosial, sifat wisdom diyakini dapat menyelesaikan persoalan dengan adil dan bijaksana, baik persoalan yang terkait pribadi, komunal, bahkan persoalan bangsa. 

Lalu, pertanyaannya, siapa dan kapan wisdom itu hadir ketika terjadi persoalan yang sedang terjadi di PBNU? 

Selain menunggu Majelis Tahkim PBNU untuk mengislahkan (mendamaikan) kedua pihak, sebagian warga NU mengusulkan dengan cara melakukan muktamar luar biasa (MLB) sebagai salah satu solusinya. 

Kategori :